Dalam bacaan Hari Minggu XV, Yesus memberi contoh konkrit perwujudan cinta kasih kepada Allah dan sesama. Kasih bukan hanya perasaan kasihan / iba karena tersentuh oleh penderitaan orang lain, melainkan kasih itu nyata, melampaui perbedaan suku, ras, agama, golongan sosial dan berbagai kepentingan pribadi lainnya. Kasih yang tulus tidak memandang muka, rela berkorban dan memberi dengan murah hati karena menyadari dirinya dan sesama adalah manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Kita mungkin lebih senang menempatkan diri sebagai orang Samaria yang baik hati. Ada baiknya kita menempatkan diri sebagai orang yang jatuh ke tangan penyamun, dia adalah kita semua para pendosa ini.
Para penyamun ini bukan hanya roh-roh jahat tetapi nafsu-nafsu yang melukai jiwa kita: kesombongan, iri hati, kemarahan, kesedihan, ketamakan dan kerakusan. Kita perlu berjaga mengantisipasi serangan dan segala tipu daya yang jahat agar saat ia datang, bersama Pemazmur kitapun mampu berseru: ”Datanglah dekat ya Allah, tebuslah aku, bebaskanlah aku dari musuh-musuhku.” ( Mzm 69:19)
Sesungguhnya Yesuslah orang Samaria yang baik itu yang membalut luka-luka dan menebus dosa-dosa kita. Berkat anugerah Roh-Nya kita dimampukan berbagi kepada sesama di sekeliling kita melalui keutamaan tindakan kasih.
Setiap saat kita perlu melihat dengan kejernihan hati bagaimana motivasi cinta kasih kita kepada sesama: apakah hanya didasarkan rasa cocok, demi reputasi / keuntungan atau dengan sikap hati seorang atasan kepada bawahan atau… , atau… , atau…
Marilah kita belajar mewujudkan Kasih Yesus dalam kehidupan kita, tanpa memandang muka dan dengan tulus karena kita adalah putra-putri Bapa, keturunan Abraham hamba-Nya.