Apa arti: “kaya di hadapan Allah”? Mentalitas dunia memandang orang yang berkelimpahan materi sebagai orang kaya. Tetapi firman Allah kepadanya: “Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti?“ (Luk 12:20).
Di hadapan sabda Yesus di atas kita bisa bertanya diri: sikap apa yang harus diambil? Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Kolose (Kol 3:1-5, 9-11) berbicara tentang menjadi manusia baru. Apa artinya? Artinya bertobat, berubah arah, mengubah pola pikir atau mindset. Mengapa? Karena dosa membuat kita terpusat pada diri sendiri dan tanpa kita sadari, kita menjadi tuhan atas hidup kita. Bertobat berarti menyerahkan diri pada Allah, mempercayakan diri pada penyelenggaraan Ilahi-Nya dan menerima setiap kenyataan yang Tuhan beri dengan percaya bahwa hidup kita ada dalam tangan kasih-Nya.
Tetapi apakah Allah bisa dipercaya? Percaya adalah keputusan bukan perasaan. Tindakan iman ini meruntuhkan subjektivitas yang muncul dari bayangan-bayangan dalam pikiran, penilaian, ketakutan kita yang membuat kita menutup diri dari orang lain maupun kenyataan. Hati yang miskin mengakui dengan rendah hati bahwa saya bukan apa-apa, segalanya adalah anugerah Tuhan. Hati yang miskin menjadikan Allah sebagai satu-satunya harta yang paling berharga.
Harta duniawi memang perlu dicari untuk kelangsungan hidup di dunia ini, akan tetapi memperoleh hidup kekal hendaknya menjadi tujuan utama kita.
Maka marilah kita tekun berjuang mencari kekayaan surgawi. Lapar dan haus kita atasi dengan makan dan minum. Kehausan kita akan hidup kekal harus kita atasi dengan mencari dan menemukan Allah dan mencecap kekayaan-Nya dalam kenyatan hidup harian kita.