Sebagai Persembahan Diri
Bagaimana St. Benediktus melihat nilai kerja dalam hidup monastik? Bagi St. Benediktus, kerja adalah spiritual. Kerja sebagai persembahan diri kepada Allah, kelanjutan dari Karya Allah – persembahan rohani dengan karya fisik. ”Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah: itulah ibadahmu yang sejati” (Rm 12:1).
Rasul Paulus dan tradisi monastik menjadikan kerja sebagai persembahan diri kepada Kristus Raja Sejati, bukan untuk memuaskan diri sendiri melainkan untuk melakukan kehendak-Nya. Kerja ditransformasikan menjadi pelayanan kepada orang lain, melalui kerja tangan yang rendah, biasa, berat, dan tersembunyi.
Dalam kerja kita belajar berkomitmen yaitu melibatkan diri dengan sepenuh hati, jiwa, dan tubuh dalam apa saja yang diberi pada kita untuk dialami pada saat ini. Komitmen bukan berarti “selama-lamanya” melainkan “seutuh-utuhnya”. Saya terlibat demi kehidupan dalam hal-hal kecil ini, yang menuntut perhatian saya sebagai jalan untuk keluar dari diri sendiri dan mengabdi kepada kenyataan tanpa mau menguasainya.
Memberi perhatian pada apa yang dibuat dengan sepenuh hati, itulah yang membahagiakan. Mengapa? Karena Allah ada dalam relasi saya dengan apa yang sedang saya kerjakan. Di situlah saya berelasi dengan Allah secara unik, belajar menikmati “keberadaan” saya, yang melahirkan tindakan syukur dan pujian. Dengan demikian, kita menemukan kesadaran teologal akan motivasi kerja yang sedang kita buat, yaitu sebagai pemberian diri, sebagai tindakan kasih kepada Allah yang menciptakan saya dan mencintai saya.
Mari kita bertanya diri sejenak: “Apakah kerja yang saya buat hari ini sebagai pemberian diri? Sebagai tindakan kasih? Atau ….?