8 Juni 2023

PEKAN BIASA IX – KAMIS


Gereja bergerak maju bagaikan fajar
 Pembacaan dari Refleksi Moral Santo Gregorius Agung, Paus, tentang Kitab Ayub

 

Fajar atau dini hari berubah secara bertahap atau perlahan-lahan dari gelap menuju terang.  Demikian pula istilah ‘fajar’ atau ‘dini hari’ menggambarkan Gereja dengan tepat; Gereja, yang terdiri dari umat pilihan, yang tumbuh bagaikan fajar atau dini hari.  Dengan dibimbing dari malam ketidaksetiaan kepada cahaya iman, Gereja secara bertahap dibuka kepada semarak cemerlang cahaya surgawi, ibarat fajar yang menjadi terang sesudah gelap.  Tepatlah kata-kata Kidung Agung di sini, ‘Siapakah itu yang nampak bagaikan fajar menyingsing?’  Gereja Kudus, selama ia terus mencari pahala hidup surgawi, disebut fajar.  Karena dengan meninggalkan kegelapan dosa, Gereja mulai menyinarkan terang kebenaran.

Pemakaian istilah ‘fajar’ menimbulkan pemikiran yang lebih halus.  Fajar mewartakan bahwa malam sudah lalu, tetapi belum menyatakan terang hari yang sepenuhnya: fajar mengusir yang satu, menyongsong yang lain, pada saat itu terang masih bercampur dengan gelap.  Bukankah kita semua yang mengikuti kebenaran dalam hidup ini, tidak ubahnya seperti ‘fajar’ dan ‘dini hari’!  Saat kita melakukan perbuatan-perbuatan terang, kita belum bebas sepenuhnya dari sisa-sisa kegelapan.  Dalam Kitab Suci, nabi berkata kepada Allah, ‘Tidak ada orang hidup yang akan dibenarkan di hadapan-Mu.’  Dan di tempat lain dikatakan, ‘Kita semua banyak berbuat salah.’

Rasul Paulus menulis, ‘Malam sudah lewat!’  Dengan menambahkan, ‘hari sudah mendekat’, dan bukan ‘hari sudah tiba’, ia ingin menyatakan bahwa saat sesudah kegelapan malam berlalu, siang hari belum tiba, melainkan hanya mendekat.  Ia menunjukkan bahwa saat peralihan itulah, tanpa diragukan, adalah ‘fajar’.  Dan pula, bahwa dia sendiri sedang hidup di dalam masa fajar itu.

Gereja hanya menjadi terang siang hari penuh kalau bayangan dosa sudah tidak lagi menjadikannya gelap.  Gereja akan mengalami siang hari penuh, bila memancarkan kecemerlangan sempurna dari terang interior.  Seperti yang dikatakan dalam Kitab Suci, fajar ini sedang dalam perjalanan; fajar merupakan proses yang berlanjut: ‘Dan engkau menunjukkan tempatnya bagi fajar’.  Sesuatu yang ditunjukkan tempatnya pastilah dipanggil dari satu tempat ke tempat lain.  Dan manakah tempat fajar selain terang sempurna dari penglihatan abadi?  Kalau fajar sudah tiba di sana, tidak akan ada lagi dari kegelapan malam yang tertinggal.

Pemazmur mengatakan: ‘Jiwaku haus kepada Allah yang hidup.  Bilakah aku boleh datang melihat wajah Allah?’  Bukankah ungkapan ini menunjukkan usaha dari fajar untuk mencapai tempatnya?  Paulus bergegas menuju tempat yang akan dicapai fajar saat ia mengatakan bahwa ia ingin hidup dan berada bersama Kristus.  Ia menyatakan gagasan yang sama pada saat lain: ‘Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.’