MINGGU BIASA XIV
Persembahan kepada Allah ialah jiwa yang menyesal
Pembacaan dari Khotbah St. Agustinus
“Aku mengakui pelanggaranku,” kata Daud. Kalau aku mengakui kesalahanku, maka ampunilah aku, ya Tuhan. Kita tidak boleh mengandaikan, bahwa jika kita ini hidup baik, kita bebas dari dosa. Memang hidup manusia itu dipuji sejauh ia memohon pengampunan. Tetapi bagi orang yang tidak punya harapan, semakin kurang mereka memperhatikan dosa diri sendiri, semakin banyak mereka mengamati dosa orang lain. Mereka mencari-cari untuk mengkritik atau mengecam, bukan untuk mengoreksi atau membetulkan. Dan karena tidak dapat minta maaf atas kesalahan sendiri, mereka siap untuk mempersalahkan orang lain. Ini bukan cara Daud yang ditunjukkannya kepada kita, bagaimana seharusnya kita berdoa dan berbuat silih terhadap Tuhan. Daud berkata, “Aku mengakui pelanggaranku, dan dosaku selalu membayang di hadapan mataku.” Daud tidak peduli akan dosa-dosa orang lain. Ia mengarahkan perhatiannya kepada dirinya sendiri, bukan dengan menyanjung dirinya, namun ia terjun dan mencapai kedalaman dirinya. Ia tidak mengasihani dirinya sendiri; maka ia tidak bertindak berlebihan, kalau ia mohon agar mendapatkan belas kasihan.
Apakah kamu ingin berdamai dengan Tuhan? Belajarlah bagaimana bertindak terhadap dirimu sendiri, agar Allah diperdamaikan denganmu. Perhatikanlah apa yang kamu baca dalam Mazmur 50: “Engkau tak berkenan akan kurban sembelihan; kurban bakar yang kupersembahkan tidak Kausukai.” Kalau begitu, apakah kami datang tanpa kurban? Tetapi apakah Allah akan berkenan bila kami sama sekali tidak membawa persembahan? Renungkanlah apa yang kamu baca dalam Mazmur yang sama: “Jika Engkau ingin kurban, aku akan memberimu; Engkau tidak suka akan kurban bakaran.” Tetapi, coba lanjutkan mendengarkan dan katakanlah bersama Daud: “Persembahan kepada Allah ialah jiwa yang menyesal; hati yang remuk redam takkan Kautolak.” Jadi, tinggalkanlah kurban lamamu, sebab sekarang kamu telah menemukan apa yang mesti kamu persembahkan.
Di masa bapa-bapa leluhurmu kamu biasa mempersembahkan sesuatu yang diambil dari kawanan, dan itu disebut kurban. Tetapi Tuhan “tak berkenan akan kurban sembelihan.” Jadi, Tuhan tidak menginginkan kurban cara lama! Yang Dia inginkan ialah persembahan cara baru. Daud mengatakan, “Engkau tidak berkenan akan kurban sembelihan.” Karena Tuhan tidak berkenan akan kurban sembelihan, apakah Ia mau tetap tinggal tanpa kurban? Sama sekali tidak! Persembahan yang berkenan kepada Tuhan ialah jiwa yang menyesal; hati yang remuk-redam takkan ditolak-Nya.
Sekarang kamu tahu apa yang menjadi persembahanmu. Tak perlu memeriksa kawanan, tak perlu menyiapkan kapal untuk berlayar ke daerah-daerah yang paling jauh untuk mencari dupa. Carilah saja dalam hatimu apa yang berkenan kepada Tuhan. Hatimu harus diremukkan. Mengapa kamu takut bahwa hatimu akan hancur? Inilah kata-kata yang ada padamu: “Ciptakanlah hati murni bagiku, ya Allah!” Jadi, agar supaya hati murni dapat diciptakan, hati yang ternoda harus dihancurkan!
Kita harus malu dan tidak berkenan dengan diri sendiri kalau kita berdosa, karena dosa tidak berkenan kepada Tuhan. Dan karena kita ini orang berdosa, maka sekurang-kurangnya kita harus serupa dengan Tuhan dalam hal ini: kita harus tidak senang dengan apa yang Tuhan tidak senang. Demikian, dalam batas-batas tertentu kehendakmu selaras dengan kehendak Tuhan, karena apa yang tidak berkenan padamu di dalam dirimu, adalah juga yang dibenci Dia, yang menciptakan kamu.