13 Maret 2025

PEKAN I PRAPASKAH – KAMIS


Pertobatan Hati
Pembacaan dari Khotbah ke-II St. Bernardus tentang Masa Prapaskah (2)

 

Sekarang, marilah kita melihat bagaimana kita bisa berpaling kepada “Si Kecil” itu, Sang Guru yang mengajarkan kelemah-lembutan dan kerendahan hati.  Kata-Nya, “Bertobatlah kepada-Ku dengan segenap hatimu.”  Saudara-saudaraku, seandainya Dia hanya berkata, “Bertobatlah kepada-Ku” tanpa tambahan apapun, kita akan dapat menjawab: “Hal itu telah kami laksanakan, sekarang berilah kami perintah lain.”  Akan tetapi disini Dia menegur kita mengenai pertobatan rohani yang murni yang tak dapat diselesaikan dalam satu hari saja.  Kita berharap semoga Allah memperkenankan kita, agar dapat menyelesaikannya dalam satu masa kehidupan kita.

Berpaling kepada Allah secara lahiriah, tidak ada artinya kalau tidak disertai dengan pertobatan hati dan roh.  Hal semacam itu merupakan suatu tindakan formalitas bukan pertobatan yang sejati. Dan meskipun menampilkan suatu bentuk kesalehan, tetapi tanpa bobot kesalehan.  Celakalah orang yang memusatkan seluruh perhatiannya kepada tata hidup lahiriah, tetapi melalaikan hal yang batiniah.  Dia “menyangka bahwa dirinya menjadi sangat berarti, padahal kenyataannya sama sekali tidak demikian: dia menipu dirinya sendiri.  Selama ia hanya mengutamakan penampilan lahiriah, kalau semua ditemukan beres, dia akan menilai segalanya aman, dan tidak merasakan adanya seekor cacing tersembunyi yang menggerogoti hatinya.  Tonsura tetap dijaga, pakaian religius tidak ditanggalkan, puasa teratur dijalankan seperti sebelumnya, pujian Ilahi dinyanyikan pada jam-jam yang ditentukan: namun Tuhan akan mengatakan sambil mengeluh, “Hatinya jauh daripada-Ku.”

Oleh karena itu, hendaklah kasihmu berbalik kepada Allah, sehingga seterusnya engkau tidak akan mencinta apapun selain Dia.  Atau setidaknya, tidak mencintai sesuatu apapun kecuali demi Dia.  Hendaklah juga ketakutanmu berbalik kepada Tuhan.  Karena setiap ketakutan yang ditimbulkan oleh hal lain diluar Dia adalah ketakutan yang sia-sia.  Hendaknya, baik sukacitamu maupun kesedihanmu dipertobatkan dan diarahkan kepada-Nya.  Ini akan terlaksana saat engkau tidak lagi berduka atau bersukacita kecuali seturut Allah.  Bila engkau berduka untuk dosamu atau dosa sesamamu, itulah kedukaan “untuk keselamatan”.  Dan bila engkau bersukacita karena anugerah rahmat, itulah sukacita yang kudus dan aman, karena itulah “sukacita dalam Roh Kudus.”  Bahkan, demi kasih Kristus, engkau juga harus bersukacita dengan saudaramu dalam kemakmurannya dan berdukacita bersama dia di dalam kemalangannya, seperti yang tertulis, “Bersukacitalah dengan mereka yang bersukacita, dan menangislah dengan mereka yang menangis.”