Pesta Santa Perawan Maria mengunjungi Elisabeth
Kerendahan hati dan keagungan Maria
Pembacaan dari Traktat ke-VII Baldwinus dari Ford*
Ketika Elisabeth mendengar salam dari Maria, ia membalas salamnya. Ia memberi salam kepada Maria yang baru saja menerima kabar sukacita, kabar keselamatan kepada semua orang. Karena itulah Maria disebut yang berbahagia karena melalui dialah rahmat Tuhan melimpah kepada kami semua. Tuhan telah memilihnya dengan cara yang unik dan memenuhinya dengan rahmat yang menjadikannya perawan cantik, patut dicintai dan mulia.
Seperti halnya tubuh, keindahan jiwa memerlukan keteraturan, keselarasan tindak tanduk. Setiap hal yang jelek berasal dari kesombongan, yang cenderung kepada ketidak sesuaian, tidak adanya kesatuan antara tindak dan kata. Sedangkan kerendahan hati membawa seseorang kepada keserasian, kesatuan antara tindak dan kata, antara jiwa dan raga. Karena itu, marilah kita mencari apa yang telah menjadikan keindahan wajah perawan Maria, suatu keindahan yang begitu menakjubkan dan layak menerima pujian. Tak ada seorang gadis pun yang dapat menyamainya.
Kita tidak akan dapat menemukan suatu keserasian yang begitu sempurna di luar kesatuan antara kerendahan hati dan cinta kasih, antara perendahan diri dan martabat. Seperti dikatakan dalam Kitab Suci: “Semakin engkau besar, engkau harus semakin rendah hati dalam segala hal.” Ingatlah dirimu sendiri dan ingatlah pemimpinmu, Kristus. Ia berkata: “Aku tidak datang untuk dilayani, tetapi untuk melayani”, dan lagi: “Siapa yang paling besar di antara kamu harus menjadi yang paling kecil, dan siapa yang memerintah harus seperti seorang pelayan.” Dan itulah yang dikatakan dan dilakukan-Nya. Ia telah merendahkan diri di bawah telapak kaki murid-Nya. Dialah yang mengatakan: “Saya adalah yang pertama dan yang terakhir.” Yang pertama karena martabat-Nya, yang terakhir karena kerendahan hati-Nya.
O jiwa yang setia, bila contoh ini dapat melindungimu dari kesombongan, untuk dapat membawamu dalam mengikuti contoh kerendahan hati dari pemimpinmu, maka kepadamulah tertuju kata-kata ini: “Dengarkanlah, ya anakku, condongkanlah telingamu untuk dapat merendahkan dirimu, dan Raja akan tertarik melihat keindahanmu, karena semakin engkau merendahkan diri, engkau akan semakin ditinggikan. Dan semakin engkau rendah hati, engkau semakin dapat mengagungkan Tuhan. Seperti juga dengan Maria, dialah satu-satunya yang mengatakan: “Jiwaku mengagungkan Tuhan”, dia yang paling rendah hati dari semua orang, dialah yang paling besar dari semuanya.
Semakin dia diagungkan, semakin ia mengagungkan Tuhan dan semakin dimuliakan, sehingga dapat mengatakan: “Perbuatan besar telah dikerjakan bagiku oleh Yang Mahakuasa.” Semakin dia diagungkan, semakin ia mengagungkan Tuhan, karena semakin rendah hati. Dengan mengatakan:”Ia memperhatikan hamba-Nya yang hina ini”, Maria memberi kesaksian mengenai kerendahan hatinya. Elisabeth juga memberikan kesaksian karena melihat Bunda Allah datang berkunjung kepadanya, ia mengagumi kebahagiaannya, martabatnya dan kerendahan hatinya.
Baldwin merupakan salah satu dari bapa-bapa Cisterciencis. Ia lahir di Exeter, Inggris; masuk menjadi rahib Biara Ford 1169-70; menjadi Abas 1175-1180, Uskup Worcester 1180-1184, kemudian Uskup Agung Canterbury 1184-1190. Pengajarannya menungkapkan perjalanan menuju kesatuan dengan Tuhan, dari pengenalan diri yang mendasar kepada kebijaksanaan kasih. Yaitu bahwa kita tetap adalah gambar Allah, tetapi telah kehilangan keserupaan dengan-Nya; dosa dan kehendak sendiri telah memisahkan kita dari Allah. Maka diperlukan 2 aspek tak terpisahkan untuk memulihkan keserupaan itu: ke dalam berupa disiplin, ketaatan, matiraga, penyangkalan serta penguasaan kehendak sendiri dan cinta diri; ke luar dengan mencintai Allah dan sesama. Kasih dan ketaatan tak terpisahkan. Segalanya berpusat pada cinta akan Allah.