Liturgi

Tiada sesuatu pun boleh diutamakan melebihi Karya Allah

Oleh sebab itu
Ibadat Harian dirayakan oleh Komunitas
yang bersama dengan Gereja,
menunaikan tugas Imamat Kristus,
dengan mempersembahkan kurban pujian kepada Allah
dan berdoa bagi keselamatan seluruh dunia.

(Konstitusi OCSO K.19)

Liturgi – misteri Kristus dan Gereja, Tubuh-Nya – menjiwai hidup kami.  Kami mengawali setiap hari dengan perayaan Ekaristi: sumber dan pusat hidup seluruh umat Kristiani.  Dengan menerima anugerah Kristus, kami dipersatukan dan dimampukan untuk ikut dalam pemberian diri-Nya dalam kenyataan hidup kami disini hari ini.

Tujuh kali sehari kami berkumpul untuk beribadat bersama, menunaikan imamat Kristus: berdoa dan mempersembahkan pujian kepada Bapa atas nama seluruh umat manusia.  Ibadat Harian, yang juga disebut Karya Allah, merupakan perpanjangan Ekaristi dan menguduskan hari.  Oleh karya Roh Kudus, Sabda yang terus-menerus diwartakan dan didengarkan bersama-sama dalam Liturgi meresap hidup dan membentuk hati nurani kami.  Tak hanya berhenti di dalam Gereja, pengaruh Karya Allah diperluas sepanjang hari dengan terus-menerus membina ingatan akan Allah di dalam segala kegiatan.

Sebagaimana setiap pertapaan dan rahib/rubiah Ordo kami dibaktikan kepada Maria, kami mengakhiri setiap Ibadat dengan berpaling kepada Bunda Pemersatu, Pelindung kami sambil melantunkan lagu pujian kepadanya.

Ketika mendoakan mazmur-mazmur, kami menerima anugerah tak terbayangkan memberi suara kepada seruan terdalam manusia kepada Allah dan Allah kepada manusia. Banyak mazmur berbicara dengan jujur tentang penderitaan, penyakit, ketakutan, kesedihan, rasa ditinggalkan, kemarahan, balas dendam, kerinduan, harapan, kepercayaan, kelegaan, kelimpahan, sukacita dan syukur yang berasal dari pengalaman pribadi maupun komuniter.

Kekuatan kata-kata mazmur terkadang melampaui usaha kami mencari kata bagi situasi kami dan dunia. Seringkali mazmur tertentu memberi kami keberanian berbicara di hadapan Allah tentang hal-hal yang tidak berani kami ungkapkan. Bahkan mazmur-mazmur yang bernuansa penuh kemarahan dan dendam yang tidak sejalan dengan pesan Injil dapat menjadi anugerah pembebasan karena kami boleh mengungkapkan seluruh isi hati kami kepada Allah. Mazmur tersebut membantu kami mengakui bahwa kami pun menyimpan kekerasan, dan hanya dengan terus membuka sudut-sudut gelap hati kami dan dunia di hadapan Allah, kami dapat dibebaskan.

Mendoakan mazmur juga membuka kami untuk menerima sabda Allah: sabda penghiburan dan dukungan, kasih dan kerinduan, penghakiman dan pengampunan. Mendaraskan mazmur secara publik bukan sekedar hal pribadi tetapi merupakan doa Gereja yang menyatukan kami dengan semua orang yang berdoa, yang berseru dalam ketakutan dan penderitaan, dalam kebahagiaan dan sukacita, yang tidak dapat berseru lagi, yang tidak memiliki kebebasan untuk berbicara atau berdoa, dengan semua orang yang sudah tidak memiliki kata-kata untuk berbicara dengan Allah atau tidak memiliki Allah untuk mengarahkan diri mereka. Dengan mendoakan mazmur, kami dipersatukan dengan Kristus yang berdiri di hadapan Allah dalam tubuh dan suara manusiawi-Nya bagi keselamatan seluruh ciptaan.

Dalam tradisi Ordo kami, jam-jam sebelum matahari terbit adalah waktu khusus yang dikonsekrasikan bagi Tuhan dalam sikap berjaga menantikan kedatangan Kristus.  Meneladan apa yang dilakukan Yesus sendiri, kami bangun untuk berdoa dan berjaga di tengah malam. Ibadat malam (yang juga disebut sebagai Ibadat Bacaan) terdiri dari mazmur-mazmur dan dua buah bacaan; bacaan pertama dari Kitab Suci dan bacaan kedua dari para Bapa Gereja atau Para Kudus.

(Bacaan kedua tersedia setiap hari di Bacaan Ofisi)

Ibadat Pagi menyambut terang hari baru dengan mazmur-mazmur tobat dan pujian kepada Sang Pencipta, seraya bersyukur bersama Zakaria:

“Sebab Allah kita penuh rahmat dan belas kasihan
Ia mengunjungi kita laksana fajar cemerlang.” (Luk 1: 78-79)

Jam ke-tiga, ke-enam dan ke-sembilan (yaitu sekitar Pukul 09.00, 12.00, 15.00) merupakan waktu yang dibaktikan untuk memuji Allah bersama-sama.  Jam-jam ini mengenangkan peristiwa-peristiwa sengsara Kristus: saat Ia dihukum mati, disalibkan dan wafat di salib bagi kita. Ibadat-ibadat di tengah kegiatan sehari-hari ini menguduskan hari dan mengarahkan kami kembali kepada prioritas dan tujuan hidup untuk Kristus, serta membantu kami bertumbuh dalam doa kontinu – ingatan akan kehadiran Tuhan selalu dan dimana saja.

Pada senja hari ketika terang mulai memudar, kami berkumpul untuk melambungkan syukur, menyampaikan doa-doa permohonan dan bersama Maria mengidungkan ‘Magnificat’: 

“Sebab perbuatan besar dikerjakan bagiku oleh Yang Mahakuasa
Kuduslah nama-Nya.
Kasih sayang-Nya turun-temurun
Kepada orang yang takwa.” (Luk 1: 49-50)

Dengan ibadat ini kami menutup hari, meletakkan hidup kami ke dalam tangan Tuhan dengan harapan penuh syukur dan berseru bersama Simeon: 

“Sekarang, Tuhan, perkenankanlah hamba-Mu berpulang,
dalam damai sejahtera menurut sabda-Mu.” (Luk 2: 29)

Di penghujung Ibadat, kami menyanyikan ‘Salam Ya Ratu’ (Salve Regina) kepada Maria – hidup, hiburan dan harapan kami, sebelum akhirnya menerima berkat dari Pemimpin dan masuk ke dalam keheningan agung.