Gedono
02 Juli 2022

Peringatan Santa Perawan Maria


Hati Maria, Semak Musa yang menyala
Pembacaan dari tulisan Santo Yohanes Eudes

 

Seringkali dalam tradisi Gereja, para kudus mengat­akan bahwa hati Maria lah yang dilamba­ngkan dalam semak menyala yang dilihat Musa di gunung Horeb.  Peman­dangan luar biasa sebuah semak yang menyala di te­ngah-tengah api yang berkobar tanpa dimakan habis oleh api,  merupakan gambaran yang indah mengenai hati Maria.

Pertama-tama, kita seharusnya merenungkan bahwa gunung yang lereng-lerengnya ditumbuhi semak dalam Kitab Suci disebut “gunung Allah”.  Gunung itu juga disebutkan sebagai sebuah gunung yang kudus, karena Musa mendengar sebuah suara yang mengatakan kepadanya: “Tempat di mana kamu ber­diri kudus.”  Maka kita akan diyakinkan dengan mudah bahwa gunung itu menggambarkan Santa Pera­wan Maria, yang sesung­guhnya meru­pakan gunung Allah, gunung kesucian.  Kita dapat menga­takan dengan baik bersama St. Gregorius Agung bahwa Pera­w­an Maria adalah gunung yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya sebagai puncak menara di atas semua ketinggian-ketinggian lain: “gunung tempat rumah Tuhan akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit” kare­na Allah telah meninggi­kannya dalam martabat, dalam kesucian dan kekua­saan di atas Seraphim dan para orang kudus yang terbe­sar.

Hal kedua, kita seharusnya tidak memandang rendah semak yang tidak penting ini, belukar yang hina, yang paling kecil di antara semua tanaman.  Seba­lik­nya, kita harus menghargainya karena Allah begitu menghormati semak itu sehingga memilihnya dari antara pohon-pohon kedar yang paling tinggi di Libanon untuk menyatakan kemuliaan-Nya diten­gah-tengah nyala api yang berkobar secara menakj­ubkan.  Tahukah kamu alasannya?  Dengarkan Roh Kudus: “Tuhan ada di tempat tinggi dan memandang ke bawah” dan “dari tempat tinggi Dia memperhati­kan orang hina”.  Meski Allah Maha­tinggi dan berada jauh di atas makhluk-makhluk ciptaan-Nya, namun Dia sangat senang memandang dengan penuh kasih pada yang kecil dan hina.  Sementara Dia mendekati yang rendah hati, yang besar dan berku­asa dipandangnya dari jauh, seolah-olah Dia mere­mehkan dan menghina mereka.

Jadi Dia tertarik oleh kerendahan hati Maria, hamba-Nya.  Santo Bernardus berbi­cara tentang kerendahan hati yang mendalam dari hati Maria sebagai berikut: “Dalam hati dan budinya, Maria menganggap diri yang paling hina dari semua makh­luk cipta­an, maka pantas mendapat tempat yang pertama.  Meskipun dia adalah yang pertama, tetapi dia memandang dirinya sebagai yang terakhir.”   Kerendahan hati Ratu surgawi ini dilam­bangkan oleh kehinaan semak yang miste­rius itu di Gunung Horeb.

Ketiga, kita tidak harus takut atau gentar karena duri-duri tajam yang menjaga semak tersebut pada semua sisi­nya, baik di luar maupun di dalam.  Sebaliknya kita harus lebih mencintainya karena Allah sendiri mencintai­nya justru karena duri-durinya.  Jelas bahwa Allah mencintai semua cipta­an-Nya dan tidak membenci satupun hasil karya tangan-Nya karena ada tertulis: “Engkau menga­sihi segala yang ada, dan Engkau tidak membenci barang apapun yang telah Kau buat.”  Juga jelas bahwa Allah mencurahkan kelembutan cinta yang khusus bagi semak kecil ini hingga Hatinya berada di sana dan Dia senang berada di dalamnya.  Dia memilihnya untuk menjadi takhta-Nya, tempat di mana Dia akan menyata­kan kemulia­an-Nya kepada Musa hamba-Nya, di mana Dia akan berbicara kepada nabi-Nya, menying­kapkan rahasia-rahasia ilahi dan mewahyukan rencana ilahi-Nya untuk membebaskan umat pilihan dari perbudakan Mesir.

 


Dalam Ordo kami, hari Sabtu pada masa biasa dibaktikan untuk memperingati Santa Perawan Maria.