PEKAN BIASA XVI – SABTU
Hati kita terbuka lebar-lebar
Pembacaan dari Homili Santo Yohanes Krisostomus
tentang Surat Kedua kepada Umat di Korintus
Sebagaimana benda-benda memuai karena panas, demikian pula hati kita membuka lebar karena anugerah cinta; sebab cinta itu adalah keutamaan yang memanaskan dan menghidupkan. Cintalah yang mendorong Paulus untuk membuka mulutnya dan melapangkan hatinya. ‘Aku tidak mencinta dengan kata-kata saja,’ ujarnya, ‘hatiku pun bergelora dalam lagu cinta, maka dari itu aku berbicara dengan lantang dan sepenuh hati!’ Tidak ada yang lebih luas daripada hati Paulus, yang merangkum semua orang beriman tepat seperti orang yang mencinta, mendekap erat semua dalam pelukan cinta. Namun cintanya tidak direntangkan sampai patah, tidak juga menjadi lemah, tetapi tetap utuh dalam segala seginya. Apakah mengherankan bahwa ia menaruh perasaan begitu mesra kepada para kudus karena hatinya memeluk dengan cinta bahkan orang-orang tak beriman di seluruh dunia.
Maka ia tidak hanya berkata, ‘Aku cinta padamu‘, tetapi dengan tekanan lebih besar: ‘kami telah berbicara terus terang kepadamu, hati kami terbuka lebar-lebar bagimu.‘ Kami menaruh semua orang di dalam hati kami; dan tidak hanya asal menaruh begitu saja, tetapi dengan menyediakan tempat yang luas, agar kamu dapat bergerak dengan leluasa. Sebab orang yang dicintai itu masuk ke dalam lubuk hati pencintanya tanpa rasa takut apa pun jua; maka Paulus berkata, ‘Dari pihak kami tidak ada pembatasan apa-apa; kalau ada pembatasan, itu datangnya dari pihakmu.’ Perhatikan disini, bahwa teguran diberikan dengan membatasi diri, yang adalah tanda dari orang sungguh mencintai. Ia tidak berkata, ‘kamu tidak mencintai saya’ melainkan, ‘kadar cintamu berbeda-beda.’ Ia pun tidak mau menegur mereka terlalu keras.
Sudah jelas dari semua tulisannya, bahwa cintanya kepada umatnya berkobar-kobar, yang dibuktikan dari kutipan-kutipan dari setiap suratnya! Dalam Suratnya kepada umat di Roma, Paulus berkata, ‘Aku ingin sekali bertemu dengan kamu,‘ dan ‘aku telah sering berniat untuk datang kepadamu,’ dan di bagian lain lagi, ‘aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu denganmu.’ Sedangkan kepada umat di Galatia ia berkata seperti berikut, ‘Hai anak-anakku, karena kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu.’ Kepada umat di Efesus ia menulis, ‘Aku tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku’. Kepada umat di Tesalonika ia menulis, ‘Siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu?’ Sebab ia berkata, bahwa ia membawa mereka dalam hati maupun di dalam belenggunya.
Lebih lanjut ia menulis kepada umat di Kolose, ‘Aku ingin kamu tahu, betapa besar pergulatan yang kualami demi kamu dan demi mereka yang belum pernah melihat wajahku.’ Dan kepada umat di Tesalonika, ‘Dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja kami rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri, karena kamu telah kami kasihi.’ Ia juga berkata, ‘Dari pihak kami pembatasan tidak ada!’ Dengan demikian ia tidak hanya berkata, bahwa ia mencintai mereka, tetapi bahwa mereka juga mencintai dia, supaya dengan cara ini ia dapat menarik mereka kepadanya. Dan kepada umat di Korintus ia memberi kesaksian akan cintanya ini dengan mengatakan, ‘Titus sudah tiba, membawa harapanmu, air matamu dan kasih sayangmu kepadaku.’