Gedono
29 Oktober 2022

Peringatan Santa Perawan Maria


“Terberkatilah yang percaya”
Pembacaan dari Ensiklik “Redemptoris Mater” dari Santo Yohanes Paulus II, Paus

 

Pujian tersebut mencapai makna penuhnya ketika Maria berdiri di samping salib Putranya.  Konsili mengatakan bahwa hal itu terjadi “tidak tanpa rencana ilahi”: karena “penderitaannya yang dalam bersama Putra tunggalnya dan karena menyatukan dirinya ikut serta pada Sang Kurban yang mendapatkan hidup dari-Nya”, dengan cara itulah Maria “dengan penuh kepercayaan menjaga persatuan dengan Putranya, bahkan sampai pada salib.”  Dijaganya persatuan berkat iman, iman sama yang seperti ketika mendapatkan pewahyuan pewartaan malaikat.

Pada saat itu dia juga mendengar kata-kata: “Ia akan menjadi besar… dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.  Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”

Dan sekarang, dengan berdiri pada kaki salib, secara manusiawi dapat dikatakan bahwa Maria merupakan saksi pengikraran kata-kata tersebut sepenuhnya.  Pada kayu salib itu Putranya tergantung dalam sakrat maut sebagai orang hukuman.  “Ia dihina dan dihindari orang; seorang yang penuh kesengsaraan… Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap Dia dan bagi kita pun Dia tidak masuk hitungan”: sebagai orang terbinasa (Yes 53:3-5); betapa agung, betapa perkasa ketaatan iman yang diperlihatkan Maria di hadapan “penilaian Allah” tanpa batas, “dengan mengurbankan seluruh pikiran dan kehendak” kepada-Nya “yang jalan-jalan-Nya tak terduga” (Rm 11:33), dan betapa kuat pula karya rahmat dalam jiwanya, betapa besar pengaruh Roh Kudus dan terang serta kuasa-Nya!

Karena kepercayaan inilah Maria dipersatukan secara sempurna dalam pengosongan diri-Nya.  Karena “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”: tepatnya di Golgota, “Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di salib” (Flp 2:5-8).

Pada kaki salib, Maria ikut ambil bagian dalam misteri pengosongan diri Yesus yang mengejutkan.  Mungkin inilah “kenosis” iman terdalam pada sejarah manusia.  Melalui iman, ibunda-Nya ambil bagian dalam kematian anaknya, dalam kematian yang menyelamatkan; tetapi berbalikan dengan kepercayaan para murid yang melarikan diri, kepercayaan Maria makin menyegarkan.  Di Golgota, melalui salib Yesus dengan tegas menegaskan bahwa Dialah “tanda pertentangan” yang diramalkan oleh Simeon.  Saat itu juga terpenuhilah di Golgota kata-kata yang ditujukan kepada Maria oleh Simeon: “dan sebilah pedang akan menusuk jiwamu sendiri” (Luk 2:35).