Gedono
19 November 2022

Peringatan St. Mechtildis


Pembacaan dari “Pewahyuan-pewahyuan” St. Mechtildis

 

Pada  hari Minggu sementara mereka menyanyikan “Asperges me Domine” Mechtildis berkata: “Ya Tuhanku, bagaimanakah Engkau ingin mencuci dan membersihkan hatiku sekarang?”  Dan saat itu juga Tuhan kita memeluk seluruh keberadaannya dengan kasih dan berkata: “Dengan kasih dari hati Ilahi-Ku, Aku akan membasuh engkau.

Lalu Dia membuka pintu hati-Nya yang manis, tempat harta Allah Bapa.  Mechtildis masuk ke dalamnya seperti ke dalam sebuah kebun anggur, dan dia melihat di dalamnya suatu sungai air hidup mengalir dari timur ke barat dan di sekeliling sungai itu ada 12 pohon yang berbuah, yaitu buah keutamaan-keutamaan yang disebutkan oleh St. Paulus dalam surat-suratnya: cinta kasih, kegembiraan, damai, kesabaran, kebaikan, keramahan, kelemah-lembutan, iman, kesederhanaan hati, ketekunan, kemurnian.

Air ini disebut sungai kasih.  Oleh karena itu, jiwa yang masuk kedalamnya dibersihkan dari setiap noda-nodanya.  Dalam sungai itu ada sejumlah besar ikan yang memiliki sisik emas yang melambangkan kasih dari jiwa-jiwa yang dipisahkan dari semua kenikmatan dunia, dan yang telah menceburkan dirinya dalam sumber semua kebaikan yaitu dalam Yesus.

Dalam  kebun anggur itu ada pohon-pohon palma, beberapa diantaranya berdiri tegak, sementara yang lainnya membungkuk ke bawah.  Palma-palma yang berdiri tegak adalah orang-orang yang memandang rendah dunia dengan semua bunga-bunganya dan yang telah mengangkat pikirannya pada hal-hal surgawi, sedangkan palma-palma yang membungkuk ke tanah adalah orang-orang yang malang, yang pikirannya berada dalam debu dunia.

Selain itu, Tuhan kita dalam rupa tukang kebun sedang mencangkul tanah.  Mechtildis berkata kepada-Nya: “Tuhan, apa yang Tuhan cangkul?  Dia menjawab: “Ketakutan-Ku.”  Sekarang ini di beberaa tempat, tanahnya telah menjadi keras dan di tempat lain lembut.  Tanah yang keras melambangkan hati yang mengeras dalam dosa, dan yang tak ingin diperbaiki baik oleh nasehat-nasehat, maupun oleh teguran-teguran.  Tanah yang lembut melambangkan hati yang dilembutkan oleh air mata dan penyesalan yang benar.

Dan Tuhan kita berkata:”Kebun anggur ini adalah Gereja Katolik-Ku di mana Aku telah bekerja selama 33 tahun dan yang Ku-airi dengan keringat-Ku.  Lakukanlah kerjamu bersama Aku dalam kebun anggur ini.  Mechtildis berkata: “Bagaimana?”  Tuhan kita menjawab: “Dengan mengairinya.”  Dan saat itu juga jiwa Mechtildis berlari dengan kecepatan tinggi ke sungai dan mengisi sebuah ember penuh dengan air, lalu meletakkannya di atas bahunya, namun ember itu terlalu berat baginya.  Tuhan kita datang dan menolong membawanya bersama-sama dengan dia dan beban itu menjadi ringan.

Tuhan kita berkata: “Ketika Aku memberi rahmat kepada manusia, semua hal yang dilakukan atau ditanggung untuk Aku akan dirasakan ringan dan manis, tetapi ketika Aku mengambil rahmat-Ku, maka segala sesuatu yang dilakukan dirasakan berat bagi mereka.”

 


Mechtildis dari Magdeburg (1207 – ±1290) adalah seorang Beguine dari Magdeburg, mistikus Kristiani dari abad pertengahan.  Dia berasal dari keluarga bangsawan, bergabung dengan Gerakan Kemiskinan Abad Pertengahan, pada usia 20 tahun, hidup dan bekerja sekitar 40 tahun sebagai Beguine di Magdeburg.  Sekitar 1267, dalam usia 60-an tahun, dia bergabung dengan Pertapaan Cistercian di Helfta, dekat Eisleben, yang menawarkan perlindungan dan dukungan di tahun-tahun terakhir hidupnya, dan di mana dia menyelesaikan tulisannya mengenai isi banyak wahyu ilahi yang diduga pernah dialaminya.  Diperkirakan bahwa Mechtildis dari Magdeburg meninggal pada usia tua, sekitar tahun 1290-an.