Gedono
23 November 2022

Peringatan St. Kolumbanus, Abas


Tuhan Itu Tak Terselami
Pembacaan dari khotbah St. Kolumbanus

 

Tuhan itu ada di mana-mana, luas tak terhingga!  Di mana-mana Ia selalu dekat, seperti dinyatakan dengan kesaksian-Nya sendiri: “Aku ini Allah yang dekat, bukannya Allah yang jauh.”  Allah yang kita cari bukannya yang tinggal jauh dari kita.  Kita bahkan membawa Dia di dalam hati, kalau kita pantas.  Sebab Ia ada di dalam diri kita bagaikan jiwa di dalam tubuh; tentu saja kalau kita ini anggota yang sehat pada Dia; kalau kita tidak mati di dalam dosa, dan tidak dinodai oleh keinginan yang busuk.  Kalau begitu keadaan kita, Ia sungguh ada di dalam diri kita, tepat seperti yang dikatakan-Nya, “Aku akan hidup di dalam mereka dan bergerak di antara mereka.”  Kalau kita pantas, Ia sungguh bersemayam di dalam diri kita.  Dan kalau Ia ada di dalam diri kita, akan sungguh nyata kita digerakkan oleh-Nya bagaikan anggota-anggota-Nya yang hidup; sebab “di dalam Dia”, kata Rasul Paulus, “kita hidup, bergerak, dan ada.”

Saudara-saudara, siapa akan menjelajahi puncak-Nya yang tertinggi sesuai dengan ada-Nya yang tak terperikan dan tak terpikirkan?  Siapa akan menyelidiki rahasia-rahasia Tuhan yang tersembunyi?  Siapa akan berani berbicara tentang sumber kekal dari alam semesta?  Siapa akan membanggakan diri mengenal Allah yang tanpa batas?  Yang memenuhi segala dan meliputi segala, yang lepas dari segala?  Yang belum pernah dilihat orang seperti apa adanya?  Tidak seorang pun!  Maka janganlah orang mencoba menyelidiki hal-hal dalam diri Tuhan yang tak terselami, entah itu kodrat-Nya, entah cara atau sebab ada-Nya.  Jangan!  Hal itu semua tidak dapat dikatakan, tidak dapat diungkapkan, tidak dapat diselidiki!  Percayalah saja dengan hati sederhana, namun teguh!  Tuhan itu ada dan akan tetap seperti ada-nya selalu, karena Allah tidak berubah.

Allah itu Bapa, Putra dan Roh Kudus, Allah yang satu.  Janganlah mencari lebih jauh lagi tentang Tuhan.  Barangsiapa ingin tahu yang dalam tak terselami, ia harus lebih dulu mengingat alam semsta ini.  Sebab pengetahuan akan Tritunggal itu “bagaikan dalamnya lautan”, kata orang bijak.  Dan laut yang dalam, siapakah akan mengukurnya?  Seperti dalamnya lautan tak dapat dijangkau oleh penglihatan manusia, begitu juga ke-Allahan Tritunggal tidak dapat dimengerti oleh indera manusia.  Memang baik orang memahami apa yang harus dipercayainya.  Tetapi janganlah ia mengira bahwa itu dapat dicapai lebih dengan penalaran dari pada iman.  Sebab semakin ia mengejar dengan penalaran pengertian tentang keallahan akan semakin menjauh.

Maka dari itu carilah kebijaksanaan tertinggi, dengan kesempurnaan hidup yang baik, dengan iman yang keluar dari kesederhanaan hati; bukan dengan ilmu yang dikumpulkan dari tafsir orang pandai, tetapi tidak peduli akan agama.  Jangan kamu mencoba mengerti yang tak terperikan itu dengan pembicaraan.  Ia akan menghindar lebih jauh dari pada semula.  Tetapi carilah Ia dengan iman, maka Sang Kebijaksanaan akan berdiri di tempat yang biasa pada pintu gerbang, dan di mana ia berada, Ia akan kelihatan, sekurang-kurangnya sebagian.  Yang Tak Kelihatan itu juga akan nampak sebagian, kalau Ia diimani dengan cara yang melampaui pengetahuan, sebab Allah memang harus diimani.  Ia tidak kelihatan seperti adanya.  Hanya hati yang suci dapat melihat Dia, sebagian saja.