3 Maret 2023

PEKAN I PRAPASKAH – JUMAT


Cinta saudara didasarkan pada teladan Kristus
 Pembacaan dari  buku “Cermin Cinta Kasih” karangan St. Aelredus, Abas

 

Bentuk cinta kasih persaudaraan yang tertinggi adalah cinta kepada musuh-musuh kita.  Tidak ada anjuran yang lebih kuat untuk menjalankan cinta kasih daripada kenangan akan kesabaran yang mengagumkan, yang ditinggalkan oleh Dia, ”yang terindah di antara semua anak manusia.”  Namun Ia menyediakan wajah-Nya yang mulia untuk diludahi oleh musuh-musuh-Nya.  Seluruh ciptaan diperintah oleh kerlingan mata-Nya, tetapi Ia membiarkan mata itu ditutup oleh manusia-manusia jahat.  Tubuh-Nya diberikan untuk didera, dan meskipun kepala-Nya menimbulkan kegentaran di antara para pemerintah dan penguasa, Ia menundukkannya untuk menderita pemahkotaan dengan duri.  Ia membiarkan diri-Nya dihina dan akhirnya memberi teladan kepada kita dengan menderita penuh kedamaian dan kelembutan, kesabaran dan kehalusan: salib, paku, tombak, cuka dan empedu.  Akhirnya “sebagai domba, Ia dibawa ke tempat pembantaian.  Dan sebagai anak domba, di hadapan orang yang mencukur-Nya, Ia tetap diam dan tidak membuka mulut-Nya.”

Terdengar suara yang menakjubkan, penuh kelembutan dan cinta, berkata, ”Bapa, ampunilah mereka.”  Siapa yang tidak segera akan memeluk musuhnya?  “Bapa, ampunilah mereka.”  Apakah ada kelembutan dan cinta lebih besar yang masih dapat ditambahkan pada doa ini?  Tetapi Ia masih menambahkan sesuatu; berdoa untuk mereka masih kurang, Ia juga ingin memberikan pembelaan bagi mereka.  Ia berkata, ”Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”  Mereka itu pendosa besar, tetapi pengetahuannya sedikit saja; maka Ia berkata, ”Bapa ampunilah mereka.  Mereka menyalib tanpa mengerti, siapa yang mereka salibkan.  Sebab seandainya mereka mengerti, niscaya mereka tidak akan menyalibkan Tuhan Yang Mulia.  Maka Ia berkata: “Bapa ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Mereka menganggap Dia itu seorang pelanggar hukum, orang yang secara sia-sia menyatakan Diri-Nya Allah, seorang penipu bangsa.  Aku menyembunyikan wajah-Ku di hadapan mereka, sabda Tuhan, dan mereka tidak mengenali kemuliaan-Ku.  Maka dari itu, “Bapa ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Maka kesimpulannya: Barangsiapa sungguh ingin mencintai-Nya, ia harus menghindari cinta daging yang menipu.  Tidak dikuasai oleh keinginan daging, Ia harus mengarahkan seluruh cintanya kepada keindahan tubuh Tuhan.  Untuk mencintai saudaranya lebih sempurna, ia harus membuka tangan untuk memeluk musuh-musuhnya juga.  Seandainya api cinta ilahi ini menjadi dingin karena perlakuan jahat yang ditimpakan kepadanya, maka manusia dalam kenangannya selalu harus memandang Tuhan dan penebus kita yang tetap sabar dan tenang.