Keluhuran & Kemalangan Manusia

Allah menciptakan manusia menurut citra-Nya, menurut citra Allah diciptakan-Nya laki-laki dan perempuan (Kej 1:27).  Dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia “mampu mengenal dan mencintai Penciptanya”, manusia “merupakan satu-satunya makhluk yang dikehendaki Allah demi dirinya sendiri”.  Manusia dipanggil supaya dalam pengertian dan cinta mengambil bagian dalam kehidupan Allah.  Manusia diciptakan untuk tujuan ini dan itulah dasar utama martabatnya:

“Apakah alasannya, maka Engkau meninggikan manusia ke martabat yang begitu mulia?  Cinta yang tak ternilai, yang dengannya Engkau memandang makhluk-Mu dalam diri-Mu sendiri dan jatuh cinta kepadanya; sebab Engkau menciptakannya karena cinta, karena cinta Engkau memberi kepadanya satu kodrat, yang dapat merasakan kegembiraan pada diri-Mu, harta abadi.    (St. Katarina dari Siena)

Sebagai makhluk yang diciptakan menurut citra-Nya dan yang dijiwai oleh Roh, manusia dapat menghayati persahabatan dengan Allah hanya dalam ketaatan bebas kepada-Nya.  Namun dengan mengikuti godaan setan, manusia membiarkan kepercayaan kepada Penciptanya mati di dalam hatinya, ia menyalahgunakan kebebasannya dan tidak mematuhi perintah Allah.  Di situlah terletak dosa pertama manusia.  Sesudah itu, setiap dosa merupakan ketidaktaatan kepada Allah dan kekurangan kepercayaan akan kebaikan-Nya.  Dalam keadaan dosa, manusia mendahulukan dirinya sendiri dari pada Allah dan dengan demikian mengabaikan Allah.

Mengapa Allah tidak menghalangi manusia pertama berdosa?  St. Leo Agung menjawab: “Lebih bernilailah apa yang kita terima melalui rahmat Tuhan yang tak terlukiskan, daripada kehilangan yang kita alami karena iri hati setan”.  Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Rm 5:20).  Tetapi untuk melaksanakan pekerjaannya, rahmat harus membongkar dosa, mempertobatkan hati kita, dan mengantar kita “dengan perantaraan kasih karunia kepada kehidupan abadi oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (Rm 5:20-21).  Demikianlah, dalam mengalami kenyataan dosa yang ada dalam diri kita, kita juga menemukan suatu karunia ganda: karunia kebenaran hati nurani dan karunia kepastian penebusan.  Roh kebenaran adalah juga Roh Penghibur.

 

Marilah pada masa Prapaskah ini, kita membiarkan Yesus–Tabib sejati memeriksa dan memancarkan sinar terang ke atas luka-luka dosa dengan Sabda dan Roh-Nya, dan membalutnya dengan kerahiman-Nya.