9 Maret 2023

PEKAN II PRAPASKAH – KAMIS


Takut akan Tuhan yang sejati
 Pembacaan dari uraian St. Hilarius tentang Mazmur

 

“Bahagialah orang yang takut akan Tuhan, dan mengikuti jalan-Nya.”  Apabila Kitab Suci berbicara tentang takut akan Tuhan, menurut pengamatan kita, takut itu tidak pernah disebutkan terlepas, seakan-akan takut itu sendiri menyempurnakan iman kita.  Sebaliknya banyak hal dikatakan sebelum atau sesudahnya, untuk membantu kita agar mengerti apakah dasar takut akan Tuhan itu, dan bagaimana takut itu dapat dijadikan sempurna.  Ini kita tahu dari apa yang dikatakan oleh Salomo dalam Kitab Amsal, “Apabila kamu berseru mohon pengertian dan mengangkat suaramu mohon pengetahuan, apabila hal itu kamu cari bagaikan perak dan kamu lacak bagaikan harta, lalu kamu akan mengerti apa arti takut akan Tuhan.”

Kita tahu berapa tangga harus kita naiki untuk sampai pada takut akan Tuhan.  Pertama-tama, kita harus mengundang kebijaksanaan untuk berdiri di samping kita.  Kita harus menyerahkan kepada pemikiran kita seluruh tugas untuk melakukan pemilihan-pemilihan.  Kita harus mencari dan melacak kebijaksanaan.  Lalu kita akan mengerti apa arti takut akan Tuhan.  Memang ini bukan cara biasa orang berpikir tentang takut.

Takut itu kegentaran, yang dirasakan manusia lemah karena cemas menghadapi derita, yang tidak kita inginkan menimpa diri kita.  Takut ini dalam diri kita disebabkan dan ditimbulkan oleh kesadaran kita karena kesalahan; atau karena kuasa orang yang lebih kuat daripada kita; atau karena serangan seseorang, yang terlalu kuat bagi kita; atau mungkin juga itu disebabkan karena sakit, karena serbuan binatang ganas, atau karena sesuatu musibah yang menimpa kita.  Takut ini bukannya diajarkan, melainkan timbul dari kelemahan kita sebagai manusia.  Kita tidak belajar tentang apa yang harus kita takuti.  Tetapi hal yang kita takuti itu memasukkan unsur takut di dalam pikiran kita.

Tetapi, tentang takut akan Tuhan yang sejati, kita baca: “Marilah anak-anak-Ku, dengarkanlah Aku, Aku mau mengajarkan takut akan Tuhan kepadamu.”  Jadi takut akan Tuhan itu sesuatu hal, yang perlu kita pelajari, karena itu diajarkan.  Asal mulanya diperoleh dari ajaran, bukannya dari unsur gentar.  Kita harus menemukan itu dengan menaati peraturan, dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik, menjalani hidup tanpa cela, dan dengan mendalami kenyataan, bukannya dalam saat-saat manusia ketakutan.

Takut akan Tuhan itu seluruhnya bergerak atas dasar cinta; cinta sempurna akan Tuhan membuat takut sempurna.  Kita menunjukkan cinta kita akan Tuhan khususnya kalau kita mengikuti ajaran-Nya, menyesuaikan diri dengan hukum-Nya, dan percaya akan perjanjian-Nya.  Kita harus mengikuti sabda Kitab Suci, “Dan sekarang, Israel, apa yang diminta Tuhan Allahmu dari padamu, selain takut akan Tuhan Allahmu, berjalan menurut ketetapan-Nya, mencintai-Nya dan mengikuti perintah-perintah-Nya dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, agar kamu menemui bahagia.”

Memang jalan Tuhan itu banyak, sebab Ia sendiri itu jalan.  Apabila Ia berkata tentang diri-Nya sendiri, maka Ia menyebut diri-Nya Jalan, dan Ia menjelaskan mengapa, dengan kata-kata ini, “Tidak ada orang datang kepada Bapa selain melalui Aku.”  Maka kita harus meneliti jalan banyak, mulai dengan banyak, untuk dapat menemukan satu jalan yang baik, jalan menuju kehidupan kekal, mengikuti ajaran banyak guru.  Ada jalan yang disiapkan oleh hukum, atau para nabi, atau Injil, atau para rasul.  Kita juga menemukan jalan dalam pelbagai perbuatan menurut perintah Allah.  Mereka yang mengikuti jalan-jalan itu dalam takut akan Tuhan, itulah yang bahagia.