23 Maret 2023

PEKAN IV PRAPASKAH – KAMIS


Renungan tentang sengsara Tuhan
Pembacaan dari kotbah Paus Leo Agung

 

Setiap orang yang sungguh berbakti kepada sengsara Tuhan, harus merenungkan Yesus tersalib dengan mata hatinya, sehingga ia merasa tubuh Yesus itu tubuhnya sendiri.  Biar bumi gempar merasakan derita Penebusnya, biar batu hati tak percaya terbelah pecah, dan karena rintangan besar sudah dihancurkan, biarlah mereka meloncat ke luar, yang tadi terikat dalam kubur kematian.  Biar tanda-tanda kebangkitan mendatang sekarang nampak di kota suci, yaitu dalam Gereja Allah, dan biar hati mengalami, yang akan terjadi pada tubuh kita.

Kemenangan salib tidak tertutup bagi orang yang lemah siapa pun juga.  Tidak ada orang yang tak dapat ditolong oleh doa Kristus.  Sebab kalau doa-Nya menolong orang yang memberontak melawan Dia, maka niscaya doa itu akan lebih membantu mereka, yang berpaling kepada-Nya.  Kealpaan sudah lenyap, kesulitan diperingan, dan darah Kristus yang suci telah memadamkan pedang bernyala, yang menutup jalan menuju hidup.  Kegelapan malam silam terbuka untuk menerima terang yang nyata.

Umat kristiani dipersilakan membagi kekayaan Firdaus.  Dan jalan kembali ke tanah air, yang telah mereka lupakan, dibuka sekali lagi bagi semua yang telah dilahirkan kembali.  Kecuali kalau mereka sendiri memang sengaja menutup jalan, yang dapat dibuka oleh iman si penyamun.  Kesibukan hidup di masa sekarang tidak boleh menutup hati kita dengan rasa takut atau rasa sombong, sehingga kita tidak berusaha sekuat tenaga dan jiwa untuk menjadi serupa dengan Penebus kita menurut jalan, yang ditunjukkan kepada kita.  Ia mengalami dan menderita segala sesuatu yang perlu bagi keselamatan kita, sehingga kuasa yang ada pada kepala, ditemukan pada tubuh juga.

Memang, di mana ada orang terus terputus dari belas kasihan-Nya, selain orang yang tidak percaya, karena kodrat kita sudah dirasuk dalam ke-allah-an, di mana “sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara kita?”  Siapa tidak memiliki kodrat sama dengan Kristus, kalau ia sudah menerima Dia, yang merasuk kemanusiaan kita, dan lahir setelah dikandung oleh Roh?  Sekali lagi, siapa yang tidak mengenal kelemahannya sendiri dalam Dia?  Siapa yang tidak dapat melihat, bahwa makan, tidur, resah karena sedih, dan menangis karena cinta itu sifat seorang hamba?

Karena manusia perlu disembuhkan dari lukanya yang lama dan dibersihkan dari kenajisan dosa, maka Putra Allah Yang Tunggal menjadi anak manusia tidak kurang suatu pun dari kewajaran manusia, dan tidak kurang suatu pun dari kepenuhan ilahi.

Milik kitalah tubuh yang terbaring tak bernyawa di dalam kubur, bangkit kembali pada hari ketiga, dan naik mengatasi segala ketinggian surga, di sisi kanan kemuliaan Bapa.  Kalau kita mengikuti jalan perintah-perintah-Nya, dan tidak malu mengakui, betapa besar harga yang ditunaikan untuk keselamatan kita, dalam kerendahan tubuh, maka kita nanti juga akan berbagi kemuliaan dengan Dia.  Sebab apa yang diramalkan, akan dipenuhi dengan nyata.  “Barangsiapa mengakui aku di hadapan manusia, akan Kuakui juga di hadapan Bapa-Ku yang ada di surga.”