Kerahiman Ilahi

“Aku menghendaki pesta Kerahiman Ilahi menjadi tempat perlindungan dan tempat bernaung bagi setiap jiwa, teristimewa jiwa para pendosa yang malang.  Pada hari itu, lubuk belas kasih-Ku yang paling lemah lembut akan terbuka.  Aku akan mencurahkan suatu samudera rahmat atas jiwa-jiwa yang menghampiri sumber kerahiman-Ku.”  Begitulah pesan Yesus kepada St. Faustina, penerima anugerah Kerahiman Ilahi.

Pada umumnya kita cenderung memandang Allah sebagai hakim yang mengawasi dan akan menghukum kita yang berbuat salah atau dosa.  Kita melakukan tindakan yang tidak berdosa lebih digerakkan oleh ketakutan akan hukuman Allah.  Di kalangan umat Kristiani pun banyak yang  berpandangan bahwa Allah dari Perjanjian Lama adalah Allah yang murka, yang menghukum bangsa-bangsa atau bahkan umat-Nya sendiri yang berdosa.  Sedangkan banyak pula yang mempunyai kesan bahwa Perjanjian Baru lebih menampilkan Allah yang penuh belas kasih dan murah hati.  Padahal di Perjanjian Lama, kalau dicermati, banyak sekali kisah atau sabda mengenai Allah yang penyayang, sabar dan penuh belas kasih.  Para nabi pun menyatakan demikian.

Belas kasih adalah identitas atau jati diri Allah sendiri.  Adapun belas kasih yang telah dinyatakan dalam Perjanjian Lama menemukan wajah, nama dan bentuk dalam diri Yesus Kristus.  Melalui Yesus kita diangkat sebagai anak-anak Allah dan kita memiliki identitas asli dan pertama sebagai yang dikasihi Allah.

Melalui pesan Yesus kepada St. Faustina, penerima anugerah Kerahiman Ilahi, kita diyakinkan bahwa Yesus sangat rindu kita datang kepada-Nya dan mohon ampun atas segala dosa-dosa kita.  Betapapun hidup kita dipenuhi oleh dosa dan cacat cela, kita tetap mempunyai kepastian iman bahwa Allah yang kita imani adalah Allah yang penuh belas kasih dan pengampunan karena identitas kita adalah sebagai yang dikasihi Allah.

 

Marilah dengan penuh kepercayaan kita datang ke takhta Kerahiman Allah dan bersyukur atas cinta kasih-Nya yang besar dan tanpa syarat.