Pewarta Pertobatan

Hari ini kita merayakan Hari Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis.  Kalau kita melihat pribadi St.Yohanes Pembaptis, ada banyak hal yang mengesan, misalnya cerita di seputar kelahirannya, cara hidupnya, dan lain-lain.  Tetapi mungkin yang kurang ditekankan adalah segi pewartaannya.  Misinya memang untuk menunjukkan Mesias, tetapi juga untuk menyiapkan umat bagi kedatangan Sang Mesias, yang berarti menegur mereka dan menyadarkan mereka akan kebutuhan akan pertobatan.

Yohanes adalah orang suci, dipenuhi Roh Kudus.  Maka dia melihat dengan tajam segala kekurangan manusia dalam relasinya dengan Allah.  Semua yang dianggap sudah biasa oleh dunia dilihatnya sebagai dosa.  Maka ketika saatnya datang, dia menegur dengan keras: “Hai kamu keturunan ular beludak, siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang?  Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan… Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik pasti ditebang dan dibuang ke dalam api” ( Luk 3:7-9).

Yohanes Pembaptis adalah nabi terakhir dari Perjanjian Lama.  Para nabi Perjanjian Lama biasa menegur umatnya untuk bertobat dengan teguran yang keras, tanpa belas kasihan, tetapi pewartaannya jelas: bertobatlah!  Bertobat berarti berbalik dari jalan yang salah kepada jalan yang benar, kembali kepada Allah.

Gereja selalu membutuhkan orang yang mampu menyadarkan umat akan dosanya; para nabi yang dapat melihat dengan jernih dan tajam.  Membantu orang menyadari akan dosanya merupakan cara untuk orang untuk mengalami pengampunan Allah dalam Yesus, mengejutkan, sekaligus mengagumkan – karena Dia mengampuni kita yang seharusnya harus dihukum.  Yesuslah yang telah menanggung hukuman demi kita.  Tetapi untuk menerima anugerah besar pengampunan, seseorang tidak bisa menganggap sepele dosanya.  Kalau kita menyepelekan Yesus dan pengampunan-Nya, mengandaikan bahwa pasti diberi, kita harus sadar akan konsekuensinya, sebab hukuman yang adil atas segala pelanggaran kita itu tetap ada.

 

Bagaimanakah aku menanggapi pewartaan pertobatan ini dalam hidup konkrit sehari-hari?