Hanya di dalam Allah

Perhatian utama Yesus adalah untuk taat kepada Bapa-Nya, untuk terus-menerus hidup di hadirat-Nya, sehingga menjadi jelas apakah perutusan-Nya dalam berelasi dengan orang lain.  Jalan inilah yang Dia usulkan kepada para rasul-Nya: “Demi kemuliaan Bapa-Ku, jika kamu menghasilkan banyak buah dan kemudian kamu akan menjadi murid-Ku” (Yoh 15:8).

Mungkin kita harus terus mengingatkan diri sendiri bahwa perintah pertama yang mengharuskan kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi kita memang merupakan perintah pertama.  Apakah kita benar-benar mempercayai hal ini?  Tampaknya kita hidup seolah-olah kita harus memberikan hati, jiwa, dan akal budi kita semaksimal mungkin kepada sesama, sambil berusaha keras untuk tidak melupakan Allah.  Akhirnya kita merasa bahwa perhatian kita harus dibagi rata antara Allah dan sesama kita.

Namun Sabda Yesus jauh lebih radikal.  Dia meminta satu komitmen yaitu kasih kepada Allah — Allah saja.  Allah menginginkan segenap hati kita, seluruh akal budi kita, dan seluruh jiwa kita.  Kasih yang tanpa syarat kepada Tuhan inilah yang mengarahkan kita kepada kepedulian terhadap sesama, bukan sebagai aktivitas yang mengalihkan perhatian kita dari Allah, namun sebagai tanggapan cinta kita kepada Allah yang menyatakan diri-Nya kepada kita, sebagai Allah bagi seluruh umat manusia.  Di dalam Allah kita menemukan sesama kita dan menemukan tanggung jawab kita terhadap mereka.  Kita bahkan mengatakan bahwa hanya di dalam Allahlah, orang lain menjadi “sesama kita”, dan melalui Allahlah pelayanan menjadi mungkin.

Kita mengakui bahwa kebahagiaan sejati datang dengan membiarkan Tuhan mengasihi kita sesuai kehendak-Nya, baik melalui penyakit atau kesehatan, kegagalan atau kesuksesan, kemiskinan atau kekayaan, penolakan atau pujian.  Ketika kita benar-benar percaya bahwa Allah adalah Bapa yang penuh kasih, maka semakin mungkin bagi kita untuk mengucapkan kata-kata ini dari hati: “Saya menerima dengan penuh syukur segala sesuatu yang berkenan kepada-Mu, Tuhan.  Jadilah kehendak-Mu”.

Charles de Foucauld seorang kudus, menulis sebuah doa penyerahan diri yang mengungkapkan secara indah sikap spiritual yang ingin kita miliki.  Tampaknya baik untuk sering-sering mendoakan doa ini.  Kita sadar bahwa kita tidak akan pernah bisa mewujudkan doa ini hanya dengan usaha sendiri.  Namun Roh Yesus yang diberikan kepada kita dapat membantu kita untuk mendoakannya dan bertumbuh menuju kepenuhannya.

Bapa, aku menyerahkan diriku ke dalam tangan-Mu;
lakukanlah dengan diriku apa yang Engkau mau.
Apa pun yang Engkau lakukan, aku berterima kasih;
aku siap untuk semuanya, aku menerima semuanya.
Biarlah hanya kehendak-Mu yang terjadi padaku
dan kepada semua makhluk-Mu.
Aku tidak berharap lebih dari ini, ya Tuhan.
Ke dalam tangan-Mu kuserahkan jiwaku;
Aku mempersembahkannya kepada-Mu  
dengan segenap cinta hatiku,
karena aku mencintai-Mu, Tuhan,
dan karenanya perlu memberikan diriku,
menyerahkan diriku ke dalam tangan-Mu,
tanpa syarat dan dengan keyakinan tak terbatas,
karena Engkau adalah Bapaku.

                                                                   (Charles de Foucauld)