27 Oktober 2023

PEKAN BIASA XXIX – JUMAT


Roh berdoa bagi kita
Pembacaan dari surat St. Agustinus kepada Probanus

 

“Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.”   Barangsiapa mohon satu hal ini kepada Tuhan, dan berusaha untuk mendapatkannya, ia mohon dengan kepastian dan percaya, bahwa ia tidak akan dikecewakan.  Tanpa itu, apa saja yang sepatutnya ia terima tidak ada gunanya.

Sebab inilah satu-satunya kehidupan yang sejati dan bahagia, bahwa kita mengkontemplasikan dan menikmati keanggunan dan keagungan Tuhan untuk selama-lamanya, sesudah kita tak dapat mati lagi dan tak dapat binasa dalam jiwa dan raga.  Demi yang satu inilah segala yang lain dicari-cari, dan tidak diminta tanpa alasan.  Barangsiapa mendapatkan ini, ia akan memiliki semua yang ia inginkan, dan di surga ia tidak akan mampu lagi menginginkan apa-apa yang tidak ia miliki, karena ia sudah memiliki segala sesuatu yang layak baginya.

Sebab memang di surga itulah ada sumber hidup, yang sekarang harus kita dambakan di dalam doa untuk memuaskan dahaga kita, selama kita hidup di dalam harapan dan belum melihat apa yang kita harapkan “di bawah naungan sayap-Nya.”  Sementara ini, kita meletakkan di hadapan-Nya semua harapan kita, agar digembirakan oleh “kelimpahan rumah-Nya” dan kehausan kita dipuaskan oleh arus deras kenikmatan-Nya, sebab “pada-Nyalah sumber kehidupan, dan di dalam terang-Nya kita akan melihat cahaya.”   Apabila keinginan kita dipuaskan dengan kebaikan-kebaikan, maka tidak ada sesuatu lagi yang harus kita minta dengan keluhan-keluhan, tetapi hanya memiliki semuanya dengan gembira.

Tetapi, karena damai sedemikian itu melebihi segala pengertian, juga kalau kita memohonnya di dalam doa, kita tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa.  Jelas bahwa kita tidak dapat mengetahui suatu hal bila kita tidak bisa membayangkan bagaimana kenyataannya; banyak hal yang muncul dalam pikiran kita kita buang, kita tolak, kita hina; sebab kita tahu bahwa itu bukanlah yang kita cari, pada hal kita belum tahu betul akan kenyataan dari keinginan-keinginan kita.

Jadi dalam diri kita ada semacam ketidaktahuan yang terlatih, yang diajarkan oleh Roh Tuhan yang menolong kelemahan kita.  Kalau rasul berkata, “Jika kita mengharapkan yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.”   Ditambahkannya, “Begitu juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; karena kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.  Dan Allah, yang menyelidiki hati nurani manusia, mengetahui maksud Roh itu, karena Roh berdoa sesuai kehendak Allah.”

Ini tidak boleh diartikan, seakan-akan Roh Kudus Allah, yang dalam Tritunggal adalah Allah yang kekal abadi, dan satu dengan Allah Bapa dan Putra, berdoa untuk para kudus seperti seseorang yang bukan Allah.  Sesungguhnya dikatakan, “Ia berdoa untuk para kudus”, karena Ia menggerakkan para kudus untuk berdoa.  Demikian pula dikatakan, “Tuhan Allahmu mencoba kamu, untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu”; artinya, membuat kamu sendiri tahu apakah kamu mencintai Dia.

Jadi, Roh Allah menggerakkan para kudus untuk berdoa dengan keluhan-keluhan amat dalam yang tak terucapkan, mengilhami mereka dengan dambaan akan yang agung, yang kita belum ketahui, tapi yang kita tunggu dengan tekun dalam harapan.  Bagaimana tujuan dambaan dapat diungkapkan dengan kata-kata, bila tidak diketahui?  Kalau kita sama sekali tidak mengetahuinya, kita tidak akan mendambakannya, dan lagi, kita tidak akan mendambakannya atau mencarinya dengan keluhan-keluhan, bila kita bisa melihatnya.