5 November 2023

MINGGU BIASA XXXI


Mengembangkan Perdamaian
Pembacaan dari Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes dari Konsili Vatikan II (GS 78)

 

Damai itu bukan semata-mata berarti tidak ada peperangan.  Dan juga tidak dapat dirumuskan dengan singkat sebagai pemeliharaan keseimbangan kuasa antara kekuatan yang berlawanan.  Juga tidak dapat muncul dari pemerintahan dengan kekuasaan mutlak (tirani).       Tetapi benar dan tepat, bahwa damai itu disebut sebagai efek dari keadilan.  Damai itu buah keselarasan, yang ditanamkan dalam masyarakat manusia oleh Allah, pendiri ilahinya, diwujudkan dalam praktek oleh manusia yang berusaha untuk mencapai keadilan yang lebih sempurna, mereka, yang semakin lapar dan haus akan keadilan.

Kepentingan bersama dari manusia dalam arti dasariah ditentukan  oleh hukum abadi, tetapi tuntutan konkrit dari kepentingan bersama ini selalu berubah-ubah dengan beredarnya waktu.  Maka damai itu bukannya sesuatu, yang pernah dapat dicapai sekali dan untuk selama-lamanya, tetapi sesuatu yang harus terus menerus diperkembangkan.  Lagipula, oleh karena kehendak manusia itu tidak stabil dan lemah oleh dosa,  maka damai perlu dipelihara dengan disiplin, yang dituntut dari setiap pribadi, dan pengawasan serta kewaspadaan tanpa kenal lelah dari autoritas yang sah.

Bahkan ini tidak akan cukup.  Damai semacam ini tidak dapat dicapai di dunia ini, kecuali jika kesejahteraan setiap orang dijamin dan dilindungi dengan saksama; dan jika orang dengan bebas dan percaya saling berbagi kekayaan budi dan bakat mereka.  Tekad yang teguh untuk menghormati martabat orang lain dan bangsa -bangsa lain, lagipula praktek kasih persaudaraan yang sungguh-sungguh dikehendaki, mutlak perlu, jika damai ingin dicapai.  Maka, damai itu juga buah cinta kasih karena cinta menjangkau lebih jauh daripada apa yang dapat dicapai dengan keadilan.

Damai di dunia yang timbul atas dasar cinta akan sesama, melambangkan dan sekaligus berasal dari damai Kristus yang bersumber pada Allah  Bapa.  Dengan salib-Nya, Sang Putra yang menjelma, Raja Damai, memperdamaikan semua manusia dengan Allah.  Dengan jalan ini Ia memulihkan kesatuan seluruh umat manusia menjadi satu bangsa dalam satu tubuh; Ia menghapuskan kebencian dengan kematian-Nya sendiri dan setelah Ia ditinggikan dalam kebangkitan, Ia mencurahkan Roh cinta kasih ke dalam hati manusia.

Inilah sebabnya mengapa semua orang Kristiani  dipanggil  dengan mendesak agar melakukan kebenaran dalam cinta kasih dan bergabung dengan semua pencinta damai sejati, untuk memohon perdamaian dan berjuang untuk  mencapainya.  Dalam semangat ini kita tidak dapat tidak  mengungkapkan kekaguman kita kepada mereka yang meninggalkan penggunaan kekerasan untuk membela hak-hak mereka dan yang  memilih sarana-sarana pertahanan atau pembelaan yang tersedia juga bagi pihak-pihak yang lebih lemah, asalkan hal ini dapat dilakukan tanpa merugikan hak dan kewajiban orang lain atau masyarakat itu sendiri.