21 Desember 2023

Novena Natal – Hari ke-5


 Fiat Sang Perawan
Pembacaan dari buku “Hidup Yesus” oleh Pierre de Berulle

 

Sang Perawan menerima pesan malaikat, menaati sabda Allah dan berkata: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”.  Fiat Perawan Tersuci bukanlah sekedar kata saleh yang biasa atau mempunyai arti yang biasa.  Itu adalah kata-kata yang sederhana tetapi mempunyai daya kuat.  Karena kata-kata itu surga bergembira.  Kata-kata itu menyucikan dunia dan menarik Sabda Ilahi ke dunia dari ketinggian surga.  Ketika Perawan yang rendah hati, pendiam dan sederhana ini membuka mulutnya untuk mengucapkannya, ia berada di tangan Sabda Ilahi yang ada bersama dia, akan menjadi daging dalam dia dan menghendaki dia sebagai ibu-Nya.  Sabda Ilahi inilah yang mengilhami kata itu dan memeteraikan sikap itu di dalamnya.

Kata Perawan yang terakhir kepada malaikat ini cukup berbeda dengan kata yang pertama.  Kata itu tidak mengungkapkan keheranan seperti yang pertama, melainkan persetujuan.  Bukan pertanyaan manusiawi melainkan ketetapan hati Ilahi.  Bukan keragu-raguan, tetapi keinginan yang menyala untuk memenuhi kehendak Allah dan karya-Nya.  Kata yang mulia, pantas dikenang dan berharga!  Sabda rahmat, cinta dan kehidupan, suatu kehidupan yang tidak akan pernah berakhir!  Sungguh kata itu memberikan kehidupan kepada Allah yang hidup dan selanjutnya memberikan keadaan abadi kepada Putra Allah sendiri yang abadi.

Janganlah kita mencari mutiara tetapi mencari hati surgawi dan roh Ilahi.  Di situ kata suci ini harus diukir, dijadikan abadi dan dimeteraikan pada latar-belakang yang sesuai dengan nilainya.  Karena kata itu juga tertulis dalam buku kehidupan dan dalam hati Ilahi Yesus dan Maria.  Betapa kuat, subur dan menguntungkan kata itu!  Betapa kata itu mengandung rahasia yang besar!  Kata itu diucapkan oleh Perawan pada saat yang amat suci dan bahagia baginya, saat kekuatan dan kesuburannya yang paling besar yang tidak akan pernah diberikan kepada makhluk apapun, artinya saat ketika ia akan mengandung dan melahirkan Sabda Yang Menjelma, yang merupakan kebajikan, cahaya dan kekuatan Bapa.

Oleh karena itu ketika Sang Perawan mengucapkan kata ini ia berada dalam keadaan rahmat yang istimewa, keadaan ilahi, dalam sikap yang mengagumkan dan siap menerima gerakan yang hebat dan buah-buahnya.  Pada saat itu ia merendahkan diri dan dengan demikian ia diangkat lebih tinggi dari langit.  Lalu ia lebur di tangan Allah sebagai bukan apa-apa di hadapan Sang Pencipta dan menjadi Ibu Penciptanya sendiri.  Pada waktu itu ia masuk kedalam keagungan-Nya melalui perendahan dirinya.  Ia masuk ke dalam keibuannya melalui keperawanannya, ke dalam kekuasaan melalui ketaatannya.  Pada saat itu ia menjadikan dirinya hamba Tuhan dan menjadi ibu-Nya, sekaligus sebagai ibu dan hamba, selamanya ibu dan selamanya hamba, seperti halnya Putranya adalah sekaligus Allah dan manusia, selamanya Allah dan selamanya manusia.

Selanjutnya ia juga tetap perawan meskipun menjadi ibu.  Dua keunggulan dari lingkungan surgawi yang sampai saat itu tidak dapat ada bersama-sama, sekarang menjadi satu dalam diri Maria karena keistimewaan yang sesuai dengan martabat peranan dan pribadinya.  Itu sungguh-sungguh benar, sehingga keperawanannya bukan hanya tetap terpelihara tetapi juga diangkat dan dimahkotai, dibuat menjadi lebih bersinar seperti belum pernah terjadi oleh keibuannya.  Demikian juga keibuannya disiapkan dengan cara yang suci, dicapai dengan bahagia dan dipenuhi secara ilahi dalam keperawanannya.