2 Januari 2024

Peringatan St. Basilius Agung
dan Gregorius dari Nazianze


Bagaikan satu jiwa menghayati dua badan
Pembacaan dari uraian St. Gregorius dari Nazianze

 

Pada waktu itu kami ada di Atena.  Kami terpisah bagaikan arus sebatang sungai, meninggalkan satu mata air di tanah asal untuk pergi jauh merantau menuntut ilmu.  Tetapi kami bertemu lagi, seakan-akan dengan persetujuan, sebab Tuhan menghendaki demikian.

Pada waktu itu, bukan saja saya sendiri menaruh penghargaan tinggi terhadap sahabatku, Basilius Agung, karena kesungguhan dalam pembawaannnya, matang dan bijaksana dalam berbicara, tetapi saya juga meyakinkan orang muda lain, yang belum mengenal dia, untuk mengikuti perasaan saya.  Sebab ia sudah dihargai oleh kebanyakan dari mereka, karena kemasyurannya mendahului dia.  Akibatnya, ia diberi keistimewaan menjadi hampir satu-satunya mahasiswa baru, yang terhindar dari perlakuan biasa yang ditetapkan pada mahasiswa pendatang baru.

Inilah permulaan persahabatan kami.  Inilah api yang menyalakan persatuan kami.  Demikianlah kami menaruh cinta yanag satu kepada yang lain.  Dengan beredarnya waktu kami mengakui rasa simpati kami yang satu terhadap yanag lain, dan kami menemukan bahwa falsafahlah yang menjadi pusat perhatian kami bersama.  Sejak masa itu kami yang satu seluruhnya terbuka terhadap yang lain, kami diam dalam satu rumah, makan pada satu meja, mempunyai perasaan yang sama, mata terarah kepada tujuan yang sama, sedangkan simpati kami satu sama lain menjadi semakin hangat dan semakin kuat.

Kami didorong oleh harapan yang sama dalam mengejar ilmu, sesuatu yang biasanya dapat menimbulkan cemburu.  Tetapi di antara kami tidak ada rasa cemburu; hanya perlombaan meningkatkan kegiatan kami.  Sebab memang ada perlombaan di antara kami.  Tetapi yang diperebutkan bukannya siapa yang menguasai tempat pertama untuk dirinya sendiri, melainkan bagaimana ia dapat memberikan itu kepada yang lain.  Setiap dari kami menganggap apa yang dicapai oleh orang lain sebagai keberhasilan sendiri.

Kami, seolah-olah mempunyai satu jiwa yang menghayati dua badan.  Dan meskipun mereka, yang menyatakan bahwa semuanya sudah ada dalam segala, tidak boleh dipercaya begitu saja, kami sekurang-kurangnya harus percaya bahwa kami yang satu ada di dalam yang lain, dan bersama-sama selalu.

Satu-satunya cita-cita kami berdua adalah keutamaan dan hidup diatur dan diarahkan kepada harapan di masa mendatang, untuk mengekang kelekatan kami pada hidup ini sebelum kami meninggalkannya.  Dengan harapan ini kami mengatur kehidupan dan perbuatan kami, mengikuti bimbingan perintah ilahi, dan dalam pada itu saling menganjurkan beroleh keutamaan.  Dan kalau tidak dirasa berlebihan untuk mengatakannya, kami yang satu bagi yang lain menjadi peraturan dan pertimbanagan untuk membedakan apa yang baik dari yang buruk.

Orang berbeda-beda mempunyai nama berlain-lainan, yang diperoleh dari leluhur, atau karena usaha dan perbuatannya sendiri.  Perhatian kami, dan nama yang kami utamakan ialah menjadi Kristen dan dinamakan Kristen.

 


*) Tahun 329- 389.  Uskup dan pujangga gereja; bersemangat, penuh gairah dan rendah hati, pembela gemilang ajaran Tritunggal dan Kristus; juga seorang penyair dan ahli pidato; pelindung para penyair.