PEKAN BIASA II – JUMAT
Hanya Tuhan harus dicintai
Pembacaan dari uraian Mgr. Diadokhus dari Photike tentang Kesempurnaan
Barangsiapa menyayangi dirinya, tidak dapat mengasihi Tuhan. Orang yang mencintai Allah adalah dia yang tidak berpegang pada cinta dirinya, demi berkat-berkat cinta ilahi yang tak terukur. Itulah sebabnya, orang seperti ini tidak pernah mencari kehormatan bagi diri sendiri, melainkan kemuliaan Allah; sebab barangsiapa menyayangi dirinya sendiri, ia mencari kehormatan bagi diri sendiri. Tetapi barangsiapa menyayangi Allah, ia cinta akan kemuliaan Sang Pencipta.
Ciri khas pada jiwa yang peka terhadap cinta kasih Allah dapat dikenal dari caranya dia selalu berusaha untuk memuliakan Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya, dan senang akan kerendahan dirinya. Hanya Allah, karena keagungan-Nya, pantas menerima kemuliaan, sedangkan sudah selayaknya perendahan menjadi bagian dari manusia, dan demikian kita menjadi anggota-anggota dalam keluarga Allah. Kalau kita berbuat demikian, kita juga akan bergembira karena Tuhan dimuliakan. Dan seperti Santo Yohanes Pembaptis, kita akan berkata tanpa henti, “Ia harus makin besar, tetapi saya harus makin kecil.”
Aku kenal akan seseorang, yang begitu mencintai Allah, sampai ia merasa menyesal tidak dapat mencintai Dia seperti yang diinginkannya, sehingga jiwanya terus menerus terbakar oleh keinginan untuk melihat Allah dimuliakan dalam dirinya, dan merendahkan diri sampai ia hilang dalam kedalaman cintanya akan Allah. Bahkan kalau dia dipuji, ia tidak mau memikirkan harga dirinya sendiri. karena besar keinginannya untuk direndahkan.
Ia merayakan liturgi menurut peraturan yang berlaku bagi para imam, namun ia begitu tenggelam dalam cinta yang intens akan Allah, sehingga ia mengabaikan segala kehormatan yang diberikan orang karena jabatannya yang luhur. Dan dalam penilaiannya sendiri, ia hanyalah hamba yang tak berguna, seolah-olah terasing dari harga dirinya sendiri, karena keinginannya akan perendahan. Inilah yang harus kita lakukan juga: menjauhkan diri dari kehormatan dan kemuliaan karena kekayaan cinta Tuhan yang tak terhitung. Tuhan begitu mengasihi kita!
Orang yang sepenuh hati cinta akan Tuhan, sudah dicintai oleh Allah dan dikenal oleh-Nya. Sebab ukuran cinta manusia akan Tuhan tergantung pada dalamnya kesadarannya akan cinta Allah baginya. Itulah sebabnya orang seperti ini sangat mendambakan penerangan oleh cahaya ilahi; dan dambaan ini begitu intens sampai seakan-akan menembus sampai ke tulang-tulangnya. Ia tidak lagi sadar akan dirinya; seluruh pribadinya diubah oleh cinta akan Allah.
Orang semacam ini ada di dalam hidup ini tanpa terikat olehnya. Ia masih hidup di dalam tubuhnya sendiri, tetapi tak henti-hentinya keluar menuju Allah, karena cinta yang meluap dari seluruh jiwanya. Kemudian, dengan hati yang membara karena cinta, ia berpaut pada Allah dengan keinginan yang tak terpadamkan, seolah-olah ia terkupas lepas dari cinta diri oleh karena cinta akan Tuhan. “Karena jika kami nampaknya sudah gila“, kata Rasul Paulus, “itu adalah demi Allah. Tetapi kalau kami nampaknya sadar, maka itu demi kepentinganmu sendiri.”