20 Januari 2024

PEKAN BIASA  II – SABTU 


Kurban murni Gereja
 Pembacaan dari uraian St. Ireneus melawan bidaah

 

Kurban Gereja, yang diajarkan Tuhan kepada kita untuk dipersembahkan di seluruh dunia, diakui sebagai kurban murni di hadapan Allah dan berkenan pada-Nya.  Sebenarnya Ia tidak memerlukan kurban kita! Namun orang yang mempersembahkan kurban itu sendiri dimuliakan dalam persembahannya, apabila persembahan itu diterima oleh Allah.  Suatu pemberian yang kita persembahkan kepada raja, merupakan bukti hormat dan cinta kita kepadanya.

Tuhan ingin supaya kita mempersembahkan kurban dengan ketulusan dan kemurnian hati.  Hal ini dimaklumkan-Nya dengan bersabda, “Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembalilah untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”

Kita harus mempersembahkan buah-buah pertama dari ciptaan-Nya seperti dikatakan oleh Musa, “Engkau tidak boleh datang menghadap Tuhan Allahmu dengan tangan hampa.”  Dengan persembahan ini orang dapat menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah, dan demikian menerima kehormatan  yang berasal dari pada Allah.  Bukan kurban sebagai kurban yang ditolak. Ada kurban di masa Perjanjian Lama, ada kurban di masa sekarang.  Ada persembahan yang dulu dipersembahkan oleh umat Israel, ada persembahan yang sekarang dipersembahkan oleh Gereja.  Hanya ciri khas persembahan yang berubah: dulu dilakukan oleh budak, sekarang oleh orang merdeka. Yang menerima kurban tetap Tuhan yang satu dan sama.  Tetapi sebagaimana ada ciri khas pada kurban oleh budak, begitu juga ada ciri khas pada kurban orang merdeka, yaitu tanda kebebasannya ada pada kurban yang mereka persembahkan.  Pada Tuhan, tidak ada sesuatu pun yang tanpa tujuan, tak ada sesuatu yang tanpa arti atau kurang terpikirkan.

Maka di masa Perjanjian Lama, orang mempersembahkan  sepersepuluh dari milik mereka, sedangkan mereka yang telah menerima  kemerdekaan, menyediakan semua yang mereka miliki untuk keperluan Tuhan; mereka ini berharap akan mendapatkan rahmat yang lebih besar.  Maka dengan gembira dan bebas mereka menyerahkan lebih dari pada apa yang dituntut.  Janda yang miskin itu menyerahkan seluruh penghidupannya ke dalam peti derma di Kanisah.

Maka kita harus mempersembahkan kurban kepada Allah, dan dalam segala hal berkenan kepada Allah Pencipta: dalam pengajaran yang sehat,  dalam iman yang tulus, dalam pengharapan yang teguh, dalam kasih yang membara, waktu kita mempersembahkan buah-buah pertama dari ciptaan yang adalah  milik-Nya.  Inilah kurban murni, yang dipersembahkan kepada Sang Pencipta hanya oleh Gereja.  Inilah kurban dari ciptaan-Nya sendiri, yang dihunjukkan kepada-Nya dengan penuh rasa syukur.  Kita mempersembahkan kepada Allah milik Allah sendiri.

Dengan demikian kita sepantasnya mengenang persaudaraan dan persatuan kita, dan mengakui kebangkitan tubuh serta jiwa.  Karena roti di bumi ini setelah nama Allah disebutkan di atasnya, bukan lagi roti biasa, melainkan menjadi Ekaristi, yang memiliki dua unsur: surgawi dan duniawi.  Begitu pula tubuh kita: Setelah menerima Ekaristi, tidak lagi dapat binasa, karena di dalam dirinya mengandung harapan akan kebangkitan.