22 Januari 2024

PEKAN BIASA III – SENIN


Kesucian hidup perkawinan dan keluarga
 Pembacaan dari Konstitusi Pastoral GAUDIUM ET SPES dari Konsili Vatikan II

 

Seorang pria dan wanita, yang atas dasar janji perkawinan mau saling mencintai sebagai suami istri, ‘tidak lagi dua, tetapi menjadi satu daging’; mereka saling membantu dan melayani, dalam ikatan kasih mesra antar pribadi dan kerja sama.  Karena persatuan mesra itu mereka mendalami makna kesatuan mereka, dan meningkatkannya dari hari ke hari menjadi semakin sempurna.  Demi persatuan dengan saling serah diri antara dua pribadi, dan demi kesejahteraan anak-anak, perkawinan menuntut kesetiaan sepenuhnya antara suami istri, dan menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka yang mutlak perlu.  Kristus Tuhan memberikan berkat limpah kepada cinta kasih yang kaya dalam aneka seginya, sebab asalnya dari sumber cinta ilahi sendiri, dan bentuknya disusun menurut pola persatuan-Nya dengan Gereja.

Dahulu Allah benar-benar menghampiri bangsa-Nya lewat perjanjian cinta dan kesetiaan.  Begitu pula sekarang: Juruselamat umat manusia dan Mempelai Gereja hadir di dalam orang-orang Kristen yang berkeluarga berkat Sakramen Kristus, Sakramen Perkawinan.  Ia tinggal beserta mereka sedemikian rupa, sehingga suami istri juga dapat saling mencintai dengan kesetiaan abadi dalam penyerahan satu sama lain, seperti Kristus begitu mengasihi Gereja dan menyerahkan Diri untuknya.

Cinta kasih sejati suami istri itu tertampung dalam cinta ilahi, dibimbing dan diperkaya oleh daya penebusan Kristus dan kegiatan-kegiatan Gereja yang menyelamatkan.  Jadi cinta ini dapat membimbing suami istri menuju Allah, lagi pula dibantu dan diteguhkan dalam tugas mereka yang mulia sebagai ayah dan ibu.  Karena alasan itulah, maka suami istri Kristiani mendapatkan Sakramen khusus, agar dikuatkan dan dikuduskan bagi tugas kewajiban maupun martabat status hidup mereka.

Berkat kekuatan sakramen ini, selama suami istri menepati kewajiban mereka sebagai suami istri dalam keluarga, mereka dijiwai oleh semangat Kristus yang meresapi seluruh hidup mereka dengan iman, harapan, dan cinta kasih.  Dengan demikian, secara bertahap mereka meningkatkan kesempurnaan sendiri, dan makin saling menguduskan, dan bersama-sama semakin memuliakan Allah.

Berkat teladan orang tua dan doa bersama di dalam keluarga, anak-anak dan bahkan semua yang hidup di lingkungan keluarga, akan lebih mudah menemukan jalan menuju kedewasaan pribadi, jalan peri kemanusiaan, keselamatan dan kesucian.  Suami-istri, yang mengemban martabat serta tanggung jawab sebagai bapak serta ibu, akan melaksanakan dengan tekun kewajiban memberi pendidikan terutama di bidang keagamaan, yang memang pertama-tama termasuk tugas mereka.

Sebagai anggota keluarga, anak-anak, dengan caranya sendiri, ikut serta menguduskan orang tua mereka.  Sebab mereka akan membalas budi kebaikan orang tuanya dengan rasa syukur, kasih, dan percaya.  Mereka akan mendampingi orang tua mereka seperti layaknya bagi anak-anak, di saat-saat kesukaran dan dalam kesunyian usia lanjut.