23 Januari 2024

MASA BIASA PEKAN III –  SELASA


Apa balas budi kita atas segala pemberian Tuhan?
Pembacaan dari Peraturan St. Basilius Agung

Kata-kata mana yang dapat menggambarkan kurnia-kurnia Allah, yang begitu banyak sampai tidak dapat dihitung; dan begitu istimewa, sehingga satu kurnia saja sudah cukup untuk disyukuri tanpa henti? Kurnia penciptaan adalah yang paling besar, yang tidak dapat kita lewatkan, bahkan seandainya kita menginginkan demikian.  Mendiamkan hal itu sama sekali tidak mungkin bagi siapa pun yang memiliki akal sehat dan daya pikir jernih; akan tetapi berbicara tentang hal itu dengan sepantasnya, lebih mustahil lagi!

Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya, dan menganggap dia pantas untuk mengenal Allah.  Ia melengkapinya dengan akal budi melebihi semua makhluk lainnya, mengijinkannya bermewah-mewah dalam keindahan firdaus yang tak tergambarkan, dan menjadikannya penguasa atas segala sesuatu di dunia.  Dan waktu ia ditipu oleh ular lalu jatuh ke dalam dosa, dan lewat dosa ke dalam maut dengan segala akibatnya, Allah tidak mengabaikannya.

Pertama-tama Allah memberikan hukum kepada manusia untuk menolongnya, menetapkan para malaikat untuk menjaga dan memeliharanya, dan mengutus para nabi untuk menegur  kejahatan serta mengajarkan kebaikan.  Dengan ancaman Ia menghalangi kecenderungan akan dosa, dengan janji-janji Ia membangkitkan semangat manusia menuju kebaikan.  Dengan contoh orang banyak, yang digunakan sebagai peringatan bagi orang lain, dengan jelas Allah sudah menyatakan sebelumnya akhir bagi keutamaan atau pun kejahatan.  Dan sebagai puncak belaskasih serta kebaikan-Nya, Allah tidak menjauhkan diri dari manusia, meskipun manusia terus tidak taat kepada-Nya.

Kita sungguh tidak dilupakan oleh kebaikan Sang Guru! Meskipun kita menolak cinta-Nya kepada kita dengan sikap acuh tak peduli, Ia tetap mencintai kita.  Sebaliknya, dari mati kita dihidupkan kembali oleh Tuhan kita Yesus Kristus sendiri.  Dalam Kristus juga, cara Allah berbuat baik lebih mengagumkan lagi; sebab “meskipun sungguh Allah, Ia tidak menganggap harus mempertahankan kesamaan-Nya dengan Allah; Ia malahan mengosongkan diri, mengambil bentuk seorang hamba.”  Lebih-lebih lagi,  Ia mengambil kelemahan-kelemahan kita, dan menanggung penyakit kita.   Ia dilukai karena kita, agar oleh bilur-bilur-Nya kita disembuhkan.  Dan Ia membebaskan kita dari kutuk, karena Ia sendiri telah menjadi kutuk bagi kita.  Ia pun menjalani kematian yang paling hina, agar dapat membawa kita kepada hidup mulia.  Dan Ia belum puas dengan menghidupkan kita kembali sewaktu kita mati! Ia masih menganugerahkan  juga martabat keilahian kepada kita, dan menyiapkan tempat istirahat kekal dalam sukacita mulia, melebihi semua pikiran manusia.

Maka apa yang akan kita berikan kepada Tuhan sebagai ganti segala kebaikan yang telah dicurahkan-Nya kepada kita? Tuhan itu begitu baik, sehingga Ia tidak minta balas jasa.  Ia sudah puas kalau Ia dicintai karena pemberian-Nya.  Kalau aku memikirkan hal ini semua – biarlah aku bebas berbicara mengenai perasaanku pribadi – : Aku menjadi takut, cemas, dan gentar, jangan-jangan karena kecerobohan dalam berpikir atau terserap ke dalam hal-hal yang sia-sia, aku akan terpisah dari cinta Allah, dan menjadi celaan  bagi Kristus.