25 Januari 2024

Pesta Bertobatnya St. Paulus Rasul


Demi cinta Kristus, Paulus menanggung segala
Pembacaan dari homili St. Yohanes Krisostomus* tentang St. Paulus

 

Santo Paulus, lebih dari siapa pun juga, telah menunjukkan kepada kita, apakah manusia itu sesungguhnya, betapa luhur kodratnya, dan keutamaan apa yang dapat dicapai makhluk ini.  Setiap hari ia meningkatkannya, setiap hari ia berjuang dengan semangat segar untuk menghadapi bahaya-bahaya yang mengancamnya.  Ini dinyatakannya, ketika ia berkata, “Aku melupakan apa yang di belakangku, dan bergegas maju kepada apa yang menanti di depan.”  Ketika ia melihat kematiannya sudah dekat, ia meminta orang-orang lain bergembira bersamanya, dengan berkata, “Bersukacita dan bergembiralah bersamaku!”  Dan ketika bahaya, ketidakadilan dan penghinaan mengancamnya, ia berkata: “aku puas dengan kelemahanku, perlakuan tidak adil dan penganiayaan.”  Semua ini disebutnya senjata kebenaran, dan dengan demikian menyatakan bahwa dari situ ia memperoleh banyak keuntungan.

Maka, di tengah-tengah perangkap para musuhnya, dengan hati yang gembira ia mengubah setiap serangan mereka menjadi kemenangan bagi dirinya.  Ia berbangga di mana-mana didera, dihina dan dinista, seolah-olah ia merayakan perarakan kemenangan dan membawa pulang piala, dan bersyukur kepada Allah untuk semuanya itu: “Syukur kepada Allah yang selalu menang di dalam kita!”  Inilah mengapa ia jauh lebih giat mencari hinaan memalukan karena semangatnya mewartakan Injil daripada kita mencari kehormatan yang paling menyenangkan.  Ia lebih giat mengejar maut daripada kita mencari hidup, mencari kemiskinan lebih daripada kita mengusahakan kekayaan; dan ia menginginkan kerja keras jauh lebih daripada orang lain mencari istirahat sesudah bekerja.  Hanya satu hal saja yang ia takuti dan ia hindari, yakni: menyakitkan hati Tuhan; tak ada hal lain apa pun yang dapat menggoyahkannya.  Maka, satu-satunya yang sungguh dikehendakinya adalah selalu berkenan kepada Tuhan.

Baginya, hal yang paling penting dari segalanya adalah mengetahui bahwa ia dicintai Kristus.  Menikmati cinta kasih ini, ia menganggap dirinya lebih bahagia dari siapa pun juga.  Seandainya ia tanpa cinta kasih itu, takkan ada kepuasan menjadi sahabat pemerintah dan penguasa.  Maka ia lebih memilih dicintai dan menjadi yang paling kecil dari semuanya, bahkan di antara orang-orang terhukum, daripada tanpa cinta itu berada di antara orang besar dan terhormat.

Dalam pandangannya, terpisah dari cinta kasih itu, merupakan siksaan paling hebat; penderitaan dari kehilangan cinta itu merupakan neraka dan siksaan tiada henti, yang tak tertahankan.  Maka, dicintai oleh Kristus, ia menganggap dirinya memiliki hidup, dunia, para malaikat, saat ini dan masa depan, kerajaan, janji dan berkat yang tak terhitung.  Selain dari cinta kasih itu, tak ada yang menyedihkan atau menyenangkan; karena tak ada hal duniawi apa pun yang dianggapnya pahit atau manis.

Barang-barang yang kelihatan dihargainya tidak lebih daripada rumput kering.  Tirani penguasa dan orang-orang yang marah tidak diperhatikannya lebih daripada nyamuk.  Kematian, kesengsaraan, dan siksaan apa pun dipikirkannya sebagai permainan kanak-kanak, asalkan ia dapat menderita sesuatu demi Kristus.

 


* Tahun 344 – 407. Uskup (Konstantinopel) dan pujangga gereja; pengkhotbah ulung – Si Mulut Emas. Ia terang-terangan mencela yang salah dan memuji yang baik; dan karena sikap ini ia mengalami banyak kesulitan, tapi pantang menyerah.