Tanggal 9 Januari yang lalu, kami mendapat kunjungan “surprise” dari para formator SJ (pendamping kaum muda dalam masa pembentukan) se- Asia Pasifik. Setiap tahun para formator ini mengadakan pertemuan, tahun ini pertemuan diadakan di Girisonta, mereka berasal dari negara Indonesia, Australia, Singapura, Jepang Myanmar, Vietnam, Philipina, Korea dan Timor Leste.
Rm. Sunu, SJ, Rm. Budi Go, SJ dan Rm. Alis, SJ mengantar mereka ke Pertapaan Bunda Pemersatu. Hari itu, Ibadat Sore dimulai pukul 17.00 untuk memberi kesempatan kepada para tamu untuk ambil bagian dalam ibadat bersama kami. Setelah Ibadat Sore, kami bertemu dengan mereka. Para formator memperkenalkan diri dan cerita singkat tentang pelayanan mereka. Syukur kepada Allah bahwa benih-benih panggilan sebagai Romo SJ masih ada, bahkan di negara-negara yang sedang dilanda perang pun, tunas-tunas panggilan masih tumbuh.
Dalam tanya jawab dengan para tamu, ada pertanyaan yang muncul: Apakah tantangan formator menghadapi generasi saat ini, khususnya yang berada dalam masa formasi? Mereka menjelaskan: Dunia generasi sekarang terbatas sekotak HP, sangat sempit, terbatas, dan individualis, kehilangan kepedulian dan kepekaan akan yang transenden. Lebih lanjut Rm. Sunu, SJ (Magister Novis SJ se-Indonesia) mengatakan, “Kami mengajarkan para frater untuk melakukan kerja sederhana seperti memasak, menyapu, mencangkul, bekerja di kebun dengan tangan, tubuh, bersentuhan dengan tanah dan tanaman. Itulah yang hilang dari generasi saat ini … Semakin seseorang rajin bekerja dengan menggunakan tubuhnya, maka dimensi kontemplatifnya makin tumbuh, makin mampu mengarahkan diri pada Tuhan dan pada hal-hal sederhana.” Sungguh suatu penjelasan yang menarik!
Kaum muda dari komunitas kami menanggapi hal itu dengan menarik juga, katanya: “Memang HP itulah dunia kami, karena setiap hari, dari pagi sampai malam itulah yang dipegang dan dihadapi. Akan tetapi jauh di kedalaman hati saya ada suatu kekosongan, ada suatu kerinduan akan yang “lebih” yaitu Tuhan. Itulah yang mendorong saya untuk retret, mengolah hidup saya, saya mau apa dengan hidup saya, apa tujuan hidup saya, itulah yang membawa saya ke pertapaan ini, di sini kami belajar mengenal diri, kami dicintai dan diampuni, kami berharga karena diciptakan menurut gambar Allah sendiri. Di pertapaan kami belajar bahwa salah tidak apa-apa, kami diberitahu, diberi kesempatan untuk buat lagi, kami diterima apa adanya … dulu kalau di luar, kalau salah dalam pekerjaan langsung dianggap tidak kompeten.”
Sungguh pertemuan yang saling menguatkan dan meneguhkan panggilan kami masing-masing. Kami bersyukur atas anugerah kunjungan ini. Kita terus berdoa agar pekerja-perkerja di kebun anggur Tuhan tekun sampai kesudahannya. Tuhan memberkati kita semua!