10 Februari 2024

Peringatan Santa Skolastika


Yang lebih mencinta dapat berbuat lebih banyak
Pembacaan dari dialog Paus Gregorius Agung

 

Skolastika, saudari Santo Benediktus, yang telah disucikan kepada Allah sejak masih muda belia, mempunyai kebiasaan mengunjungi saudaranya sekali setahun.  Pada kesempatan itu Santo Benediktus turun untuk menerima dia di suatu rumah kepunyaan biara, dekat dengan pintu gerbang masuk.

Pada kunjungan istimewa itu ia menerima adiknya bersama dengan beberapa muridnya, dan sepanjang hari mereka bernyanyi memuji Tuhan, dan berbicara tentang kehidupan rohani.  Ketika hari sudah menjadi gelap, mereka makan bersama, dan di meja makan meneruskan pembicaraannya sampai sudah menjadi malam.  Lalu biarawati suci itu berkata kepadanya, “Kuminta, janganlah engkau meninggalkan aku malam ini.  Baiklah kita terus berbicara tentang kebahagiaan surga sampai pagi.”

“Engkau berbicara apa, saudariku?” tanya Santo Benediktus.  “Engkau tahu bahwa aku tidak boleh tinggal di luar biara.”  Ketika permintaannya ditolak oleh kakaknya, Skolastika mengatupkan tangannya di meja dan meletakkan kepala di atasnya, berdoa dengan sepenuh hati.  Ketika ia mengangkat kepalanya lagi, tiba-tiba halilintar dan guntur sambung-menyambung, diikuti dengan hujan begitu lebat, hingga Benediktus dengan kawan-kawannya tidak dapat menapakkan kakinya ke luar pintu.

Menyadari bahwa ia tidak dapat kembali ke biara dalam badai dahsyat itu, Benediktus dengan pahit mengeluh, “Semoga Tuhan mengampuni engkau, adik,” katanya, “Apa yang telah engkau perbuat?”  Skolastika hanya menjawab, “Ketika aku menghimbau engkau, engkau tidak mau mendengarkan aku.  Maka aku berpaling kepada Allahku, dan Ia mendengarkan doaku.  Pergi saja sekarang, kalau engkau dapat.  Tinggalkan aku disini dan kembalilah ke biara.”

Tentu saja Benediktus tidak dapat berbuat begitu.  Ia tidak punya pilihan lain kecuali tinggal saja, meskipun ia tidak menghendakinya.  Mereka tinggal bersama sepanjang malam dan keduanya memperoleh manfaat besar dari pembicaraan suci yang mereka adakan tentang hidup rohani.

Kita di sini tidak perlu heran, bahwa wanita itu terbukti lebih kuasa daripada saudaranya.  Apakah kita tidak membaca surat Santo Yohanes bahwa Tuhan itu cinta?  Maka sudah barang tentu, bahwa pengaruhnya lebih besar daripada saudaranya, karena ia mempunyai cinta yang lebih besar.

Tiga hari kemudian, ketika Santo Benediktus berdiri di kamarnya dan memandang ke langit, hamba Tuhan itu melihat jiwa adiknya meninggalkan tubuh dan masuk ke dalam istana surga dalam rupa burung merpati.  Bersukaria karena kemuliaan abadi yang dicapainya, ia bersyukur kepada Tuhan yang Mahakuasa dalam madah pujian.  Lalu ia mengutus beberapa orang rahibnya untuk membawa tubuh adiknya ke biara dan menguburkannya di dalam makam, yang disiapkan untuk Benediktus sendiri.  Tubuh kedua orang ini sekarang bersama-sama membagi satu tempat perisitirahatan, seperti di dalam hidup jiwa mereka selalu satu di dalam Allah.