Setiap tahun kita diajak untuk mempersiapkan diri untuk menyambut Hari Raya Paskah. Masa Prapaskah adalah masa persiapan ini dan menjadi masa pengenalan kembali akan ketaatan kita mengikuti Yesus. Tanda paling jelas bahwa kita pengikut Kristus adalah pembaptisan kita.
Pada malam Paskah kita membarui janji baptis. Kita berjanji untuk percaya pada Allah dan menolak setan. Tetapi kenyataannya hati kita yang cenderung pada kejahatan dan kebebasan kita yang terluka membuat kita mudah tergoda untuk menaati bujukan setan daripada taat kepada Allah.
Yesus selama hidup-Nya di dunia juga mengalami apa yang kita alami. Kitab Suci menceritakan kepada kita bahwa Yesus dibaptis di Sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis dan sesudahnya Iblis mencobai Yesus di padang gurun. Pembaptisan Yesus dan cerita tentang pencobaan-Nya terkait erat satu sama lain karena dengan begitu Yesus masuk ke dalam kesetiakawanan dengan para pendosa. Kita pun diajak untuk meneladani ketaatan Yesus yang melalui “ya”-Nya secara bebas dan tak terbatas pada kehendak Allah membiarkan diri-Nya dibaptis oleh Yohanes dan menaati bimbingan Roh Kudus yang membawa-Nya ke padang gurun untuk dicobai Iblis.
Dalam liturgi Minggu Prapaskah I, pada antifon pembuka Ibadat Malam kami menyanyikan “Inilah saat penuh makna, saat penyelamatan, jangan kita sia-siakan rahmat Tuhan.” Selain itu seturut Peraturan Santo Benediktus, kami juga mendapat buku bacaan rohani untuk dibaca selama masa Prapaskah untuk diingatkan kembali bahwa manusia hidup bukan dari roti saja tapi juga dari setiap sabda Allah.
Maka di masa retret agung yang kita jalani selama 40 hari ini menjadi saat penuh makna, masa pembentukan hati. Kita mau dijadikan manusia baru dalam Kristus, kembali ke hati, berani tinggal dengan diri sendiri untuk mendengarkan suara Tuhan yang bergema dalam diri kita. Memang banyak suara dalam diri kita dan juga dari luar. Santo Benediktus dalam peraturannya mengingatkan untuk menguji suara-suara itu. Apakah berasal dari Tuhan atau dari roh jahat? Di tengah banyaknya suara-suara dunia saat ini, discernment menjadi kebutuhan yang mendesak. Kita perlu mohon pada Tuhan untuk menganugerahkan kemampuan discernment ini sehingga kita dapat melihat dan memilih apa yang benar, terutama dapat memilih suara Tuhan daripada suara si jahat.
Marilah jangan kita sia-siakan masa penuh rahmat ini; marilah kita belajar mengarahkan seluruh diri kita pada Dia mendengarkan suara-Nya yang membawa kita pada kebenaran.