2 Maret 2024

PEKAN II PRAPASKAH – SABTU


Godaan kegelapan malam
Pembacaan dari khotbah ke-VI St. Bernardus tentang Mazmur 90

 

Kitab suci biasanya menggambarkan saat godaan dengan menggunakan istilah: kegelapan malam.  Agar kita tidak takut akan kegelapan malam, kita membutuhkan perlindungan Tuhan khususnya kalau kita baru mulai perjalanan pertobatan kita.

Tepatlah kata kitab suci: “Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam” bukan terhadap “malam”, karena pencobaan tidak merupakan godaan melainkan gentar akan pencobaan.  Kita semua melatih diri dengan penitensi tetapi bukan untuk semua orang penitensi merupakan godaan akan ketidakberanian.  Biasanya orang lebih takut akan beratnya laku tapa yang akan dihadapi, daripada laku tapa yang sedang dihayati.

Ketakutan adalah suatu bentuk godaan, karena itu barangsiapa dilindungi oleh perisai Tuhan tak usah takut.  Mungkin dia akan diserang oleh godaan, dan perlu suatu perjuangan.  Dia pasti akan menang dan akan keluar dari saat pencobaan tanpa noda dan lebih murni.  Kegentaran ini sama seperti api: meskipun panas tetapi tidak menghanguskan, sebab membawa cahaya kebenaran.  Itulah ketakutan akan malam kita: yaitu “kegelapan”, tetapi sinar kebenaran menghapuskan ketakutan itu dengan cepat.  Suatu ketakutan yang mengingatkan akan dosa-dosa kita, agar dengan menyesalinya dan merenungkannya, kita sanggup menanggung dengan sabar, penderitaan yang pantas kita terima.  Dengan mengingat kembali penderitaan-penderitaan Kristus dan dengan merenungkan sengsara yang harus ditanggung oleh Raja kita bagi hamba-hamba-Nya yang tak berguna, kita akan merasa malu kalau tidak mampu menanggung penderitaan kita yang kecil.

Ketika saat kegelapan sudah lewat, kamu yang sudah berjalan lurus, hati-hatilah!  Perhatikanlah “panah yang terbang di waktu siang” (Mzm. 90).  Panah itu terbang dengan ringan dan tanpa terdengar, tetapi akan melukai kamu dengan cara yang sangat parah.  Itulah panah kesombongan.  Hendaklah orang yang paling bersemangat pun takut akan panah itu.  Tidak perlu mereka menggunakan perisai wahyu kebenaran, tetapi cukuplah kalau jiwa mengenal diri sendiri dengan jelas.

Kalau kita mengetahui bahwa kodrat kita rapuh, dengan mudah kita mengakui bahwa di dalam hati kita tidak ada yang baik.  Kalau misalnya kita merasa mempunyai banyak talenta, cobalah kita menjawab pertanyaan Sang Rasul: “Apakah yang kamu miliki itu, yang tidak kamu terima sebelumnya?”