MINGGU PRAPASKAH V
Skandal dan kebesaran Kristiani
Pembacaan dari tulisan Bapa Benediktus XVI
Gambaran Paskah yang dipenuhi dalam kematian dan kebangkitan Kristus, gambaran Exodus yang mulai dengan Abraham dan yang merupakan dasar seluruh sejarah keselamatan, semua ini mencoba untuk mengekspresikan gerakan dasar pembebasan dari keberadaan egois murni. Kristus menjelaskan ini secara mendalam dalam hukum Biji Gandum yang menentukan seluruh sejarah dan seluruh penciptaan Allah. “Aku berkata kepadamu, jika Biji Gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan buah yang berlimpah.”
Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya memenuhi hukum Biji Gandum ini. Dalam Ekaristi, Dia yang adalah Roti Allah, sungguh-sungguh menghasilkan buah ratusan kali lipat hingga saat ini. Tetapi dalam misteri Ekaristi ini di mana Ia sungguh-sungguh hidup bagi kita, Ia meminta kita juga untuk memenuhi hukum ini yang merupakan pernyataan kasih sejati.
Gerakan dasar Kristiani tiada lain selain gerakan dasar kasih ini yang di dalamnya kita berpartisipasi dalam kasih Allah yang kreatif. Maka jika kita mengatakan bahwa arti pelayanan Kristiani, arti iman kita, tidak dapat ditentukan dari saat seseorang percaya tetapi dari kenyataan bahwa kita menempati posisi yang penting dalam keseluruhan dan dalam relasi dengan keseluruhan, jika itu benar bahwa kita tidak Kristiani karena diri kita sendiri tetapi karena Allah yang menghendaki dan membutuhkan pelayanan kita, maka kita tidak akan jatuh dalam kesalahan berpikir bahwa seseorang hanya sebuah gigi roda yang kecil dalam mesin kosmos yang besar.
Yesus Kristus, Putra Allah dan Putra Manusia, yang di dalam-Nya langkah menentukan masuk ke dalam sejarah universal menuju kesatuan ciptaan dengan Allah direalisasikan, merupakan seorang Pribadi yang konkret, yang lahir dari seorang ibu manusia. Dia telah menghayati hidup-Nya secara khusus, menghadapi takdir-Nya dan menghayati kematian-Nya di salib. Ini merupakan skandal tetapi juga pesan Kristiani yang agung, yang menunjukkan bahwa nasib seluruh sejarah dan nasib kita tergantung pada pribadi Yesus dari Nazaret ini. Memandang Dia seperti adanya Dia menjadi jelas bagi kita bahwa kita hidup demi yang lain dan dengan pertolongan mereka. Di satu sisi kita hendaknya menggunakan interprestasi Kristiani ini sebagai suatu jalan hidup demi yang lain. Tetapi di sisi lain kita hendaknya hidup dalam keamanan yang besar dan dalam kegembiraan karena Allah mengasihi kita dan bahwa Dia mencintai setiap orang yang memiliki wajah manusia meskipun mungkin tidak dikenali lagi atau pun sangat biasa sekalipun.
Maka ketika kita mengatakan: “Allah mengasihi aku” kita hendaknya tidak hanya merasakan tanggung jawab besar dan bahaya yang membuat kita tidak layak atas kasih ini, melainkan kita hendaknya menerima kasih dan rahmat itu dalam kepenuhan dan kemurniannya.