Santo Yosef yang kita rayakan hari ini, adalah sosok yang sangat inspiratif. Dengan menerima perkawinan yang tidak punya arti yang nyata secara manusiawi, baik sebagai suami maupun sebagai bapak menurut daging, Santo Yosef, dengan imannya, menjadi seorang pembagi iman, menjadi seseorang yang mendirikan kanisah baru, tabernakel Allah di tengah-tengah manusia, kemah perjanjian di antara manusia. Harga kesanggupannya, “ya”-nya, imannya yang sangat tinggi untuk masuk ke dalam ruang iman yang murni, yang mempercayakan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah, dibayarnya dengan seluruh totalitas penyerahan dirinya dengan segala konsekwensi penderitaan yang harus dibayarnya.
Sesungguhnya iman manusia adalah ruang untuk Allah dan membuat ruang bagi Allah di tanah jiwa manusia yang tidak percaya, di tanah kering ketidakpercayaan kita dan pandangan rohani kita yang hanya dapat melihat dari dekat.
Pertapaan, oleh panggilannya, menjadi ruang iman Santo Yosef, ruang keheningannya, ruang mendengarkan dengan rendah hati dan tanpa syarat akan Sabda Allah. Ruang yang terus-menerus memandang sampai kepada Dia yang mengerjakan keselamatan, ruang dimana manusia berpasrah diri pada Sabda yang mendamaikan dirinya dengan Allah dan sesama.
Iman Santo Yosef diperhitungkan oleh Tuhan sebagai kebenaran. Mungkin di sinilah letak dimensi terdalam dari panggilan kontemplatif yang menerima pembenaran dari atas, di tanah imannya yang dicobai, dan menjadi kesaksian akan misteri.
Beranikah kita untuk meneladani Santo Yosef? Untuk menyerahkan iman kita secara total kepada kehendak Bapa sehingga kita dapat menjadi pembagi iman bagi sesama?