26 Maret 2024

PEKAN SUCI – SELASA


Di salib kita memiliki kematian Kristus;
Di salib yang sama kita memiliki kehidupan-Nya
Pembacaan dari kotbah Santo Aelredus dari Rievaulx

 

Tidak dapat diragukan lagi, Tuhan kita Yesus Kristus mengerjakan keselamatan kita bukan hanya dalam satu cara melainkan dalam berbagai cara.  Sebab dalam belaskasih Ia telah merencanakan penebusan kita, maka Ia mengusahakan dengan mati-matian penebusan itu dengan cara sedemikian rupa sehingga menjadi teladan bagi kita.  Saudara-saudaraku, dalam masa ini kalian sedang mengingat kembali penebusan kita.  Perhatikanlah agar kalian tidak hanya merenungkan fakta dari penebusan ini, tetapi juga merenungkan dua hal berikut ini: bagaimana cara penebusan dikerjakan dan tempat dimana penebusan itu dikerjakan.  Cara penebusan adalah penderitaan salib, tempatnya di luar kota.  Kita harus menyadari bahwa penebusan dikerjakan dengan cara ini agar dari situ kita dapat belajar bagaimana hendaknya kita hidup dan dapat memilih tempat yang tepat untuk hidup.

Marilah kita belajar dari salib Yesus bagaimana cara yang tepat untuk hidup.  Apakah seharusnya saya mengatakan “hidup” atau “mati”?  Keduanya.  Hidup dan mati.  Mati terhadap dunia dan hidup bagi Allah.  Mati terhadap kejahatan, dan hidup melalui keutamaan-keutamaan, mati terhadap daging, tetapi hidup di dalam roh.  Maka di dalam salib Kristus ada kematian, dan di dalam salib Kristus ada kehidupan.  Kematian dosa ada di sana, kehidupan keutamaan-keutamaan juga ada di sana.  Kematian daging ada di sana, demikian pula kehidupan roh ada di sana.

Tetapi mengapa Allah memilih cara kematian seperti ini?  Ia memilihnya sebagai suatu misteri dan sebagai suatu teladan.  Tampaknya tepat bahwa kita yang jatuh karena sebatang pohon dibangkitkan juga oleh sebatang pohon juga; kita telah memakan buah kematian dari sebatang pohon, diberi hidup oleh buah kehidupan dari sebatang pohon.

Sekarang ijinkanlah saya mengatakan sesuatu tentang misteri yang terkandung dalam cara penebusan kita.  Kematian pada salib dijalani bukan di bumi, melainkan di atas bumi.  Ketika salib ditinggikan, kepala diarahkan ke surga dan kaki ke bumi dan tangan yang terentang diarahkan ke tempat yang terletak di antara surga dan bumi.  Rasul menjelaskan hal ini dengan jelas ketika ia mengatakan: “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di atas langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi.”  Sebab saat itu Ia menguasai surga dan bumi melalui salib dan di atas salib Ia memeluk surga dan bumi.

Apa artinya hal itu bagi kita, kalau bukan bahwa kita yang telah ditinggikan di atas kegiatan-kegiatan duniawi oleh penderitaan-Nya seharusnya memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi?  Kenyataan bahwa Ia mati dengan tangan terentang merupakan tanda akan kasih-Nya yang luar biasa.  Ia memeluk kita dengan kasih keibuan dan membuat kita aman dari serangan roh-roh jahat dibawah naungan sayap rahmat-Nya.