30 Maret 2024

SABTU SUCI


Buah sengsara Yesus  Kristus di dalam diri kita
Pembacaan dari khotbah St. Bernardus

 

Jelas bahwa sengsara Yesus sangatlah berkuasa untuk menghapus setiap dosa.  Tetapi entahlah, apakah itu diberikan kepada kita?  Mungkin kepada para malaikat?  Tetapi mereka tidak membutuhkannya.  Mungkin diberikan kepada para setan?  Tetapi mereka takkan pernah bangkit lagi.  Kristus tidak menjadikan diri-Nya sama dengan malaikat, apalagi dengan setan, tetapi Ia menjadikan diri-Nya serupa dengan manusia.  Ia bahkan telah merendahkan diri dan menjadikan diri-Nya sama dengan seorang hamba.  Dia yang adalah Putra Bapa telah menjadikan diri-Nya sama dengan hamba.  Ia bahkan tidak hanya mengambil bentuk sebagai seorang hamba untuk tunduk, tetapi juga menjadikan diri-Nya sebagai seorang hamba yang jelek untuk dapat dicambuk dan sebagai hamba yang berdosa untuk membayar hukuman dosa meskipun tidak bersalah.

Selama kita masih hidup kita akan ingat kesusahan-kesusahan Yesus.  Ia  menanggung penderitaan dalam pewartaan-Nya, keletihan selama perjalanan-Nya, pencobaan-pencobaan; ingat bahwa Ia telah berjaga di tengah malam untuk berdoa, ingat air mata-Nya yang keluar karena belas kasih dan belarasa.  Kita ingat juga akan penderitaan-Nya, kekerasan yang diterima-Nya, diludahi, dipukuli, diolok-olok, dihujat, dipaku.

Kekuatan Yesus bagi kita, jika kita sampai dapat meneladan-Nya, adalah supaya kita dapat mengikuti jejak-Nya.  Kalau tidak, semua itu akan menuntut pertanggungan jawab kita atas darah orang benar yang tertumpah di atas tanah, sebab kita kedapatan tidak pantas terhadap cinta kasih yang begitu besar, karena telah menghina rahmat, telah menajiskan darah Perjanjian, dan telah menghina Putra Allah.  Berbahagialah mereka yang menguasai hawa nafsunya untuk menghayati penderitaan tubuhnya demi keadilan agar semua yang dideritanya, diderita bagi Putra Allah, sampai dihentikan gerutu dari hatinya, sehingga dari mulutnya dapat bergema pujian dan ucapan syukur.  Siapa saja yang bangkit kembali dengan cara demikian, mengambil tilam dan pergi ke rumahnya.  Tilam kita adalah tubuh kita dimana sebelumnya terbaring penyakit-penyakit, yaitu jika kita melayani keinginan tak teratur dan hawa nafsu kita.  Tetapi kini tilam itu kita angkat, sejak kita mewajibkan diri kita untuk taat kepada Roh Kudus, dan kini kita membawa tubuh kita karena telah mati terhadap dosa.

Tetapi, kita semua berjalan, dan bukannya berlari, karena tubuh kita yang dapat binasa ini, memberatkan jiwa kita.  Kita berjalan menuju rumah kita, menuju ibu pertiwi.  Jika kita telah meletakkan tubuh kita ini, kita akan dapat berlari dengan sayap angin.  Sebab kita telah memeluk Tuhan Yesus melalui kesulitan-kesulitan dan kesengsaraan kita: marilah kita berpaut pada-Nya,  melalui keadilan dan kebenaran, dengan menanggung penderitaan demi keadilan dan kebenaran serta berkata bersama mempelai dalam Kidung Agung: “Aku telah memegangnya dan takkan kulepaskan.” Dan bersama Yakub berkata: “Aku tidak akan membiarkan engkau pergi sebelum engkau memberkati.”  Apakah yang tinggal sekarang ini kalau bukan berkat?  Kalau kita berpaut kepada Tuhan dengan cara demikian itu, kita dapat berseru: “Ia mencium aku dengan ciuman mulut-nya.“  Sementara ini Tuhan, berilah kami santapan air mata, berilah kami minuman air mata sampai Engkau membawa kami kepada “takaran yang baik, yang dipadatkan, digoncangkan  dan yang tumpah ke luar yang  akan  dicurahkan ke atas ribaan kami.  Engkau yang di dalam pangkuan Bapa, Engkau melebihi segala sesuatu, Engkaulah Allah yang terberkati sepanjang segala waktu.