Kamis Putih

UPACARA PEMBASUHAN KAKI

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus.  Kristus Yesus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia.”

Yesus melepaskan jubah kemuliaan, memakai kain kemanusiaan dan menjadi budak.  Allah turun sampai ke kaki kita!  Yesus membasuh kaki para murid yang kotor dan menjadikan mereka layak untuk masuk ke dalam perjamuan ilahi.  Pembasuhan kaki adalah sakramen pemurnian: anugerah dan teladan karena menarik kita ke dalam dinamika hidup baru Kristus.  “Hendaklah kamu saling melayani”.

HENDAKLAH KITA SALING KASIH MENGASIH
SEBAB KASIH BERASAL DARI ALLAH

 

PERAYAAN EKARISTI

Perayaan Paskah mengalami perkembangan pemaknaan.  Mulanya, pesta Paskah menjadi persembahan anak domba kepada Tuhan sebagai hasil panen permulaan.  Kemudian menjadi peringatan pembebasan dari perbudakan Mesir.  Dalam perayaan Ekaristi, Kristus adalah Anak Domba Allah yang menyerahkan diri demi keselamatan manusia.  Ekaristi adalah kepenuhan pesta Paskah.

INILAH TUBUHKU YANG DISERAHKAN BAGIMU.
INILAH DARAHKU YANG DITUMPAHKAN BAGIMU.
LAKUKANLAH INI AKAN PERINGATAN KEPADAKU.

 

PERARAKAN SAKRAMEN MAHAKUDUS

Pada akhir liturgi Kamis Putih, Gereja mengikuti perjalanan Yesus dengan membawa Sakramen Mahakudus ke luar dari tabernakel Gereja ke suatu tempat lain yang menjadi lambang kesunyian Getsemani serta kesendirian Yesus dalam menghadapi kesengsaraan kematian.  Kita berdoa di tempat lain di luar Gereja untuk mengikuti Yesus dalam saat-saat kesendirian-Nya, sehingga kesendirian itu tidak lagi dirasakan sebagai kesendirian.

Perjalanan Kamis Putih ini hendaknya tidak hanya menjadi tindakan liturgis, melainkan panggilan bagi kita untuk melakukan dua hal.  Pertama, masuk ke dalam kesunyian Yesus dengan mencari Dia yang dilupakan dan dihina, di dalam diri sesama kita yang sendirian, yang tidak dihiraukan dan tidak mau kita dekati dan yang kedua, berani dengan tekun berjaga dalam kegelapan dan kekacauan hati bersama Tuhan dalam kesunyian doa sambil percaya bahwa Ia akan membarui kegelapan dan kematian menjadi terang dan hidup baru.   (Benediktus XVI)