Menyikapi Kebangkitan Kristus

“Kristus telah bangkit, Alleluya!  Marilah kita bersukacita, Alleluya!”

Bila kita membaca kisah kebangkitan Yesus dalam semua Injil, kita akan menemukan beberapa kisah kebangkitan, misalnya batu terguling, makam kosong, penampakan kepada Maria Magdalena, kepada Thomas, kisah Emaus, …

Tuhan kita Yesus Kristus mewahyukan kemuliaan kebangkitan-Nya secara pelan-pelan, melampaui waktu dan ruang.  Dalam kisah-kisah penampakan, Yesus menampakkan diri secara tiba-tiba meskipun pintu-pintu terkunci karena para murid takut kepada orang Yahudi.  Demikian Ia memperhatikan kelemahan orang yang mencari Dia.  Juga kepada Maria Magdalena yang begitu posesif dan berprasangka, yang mencari Dia pagi-pagi benar dengan cinta yang membara (lih. Yoh. 20:11-18).

Kita harus bersyukur bahwa Tuhan berdiri di tengah mereka.  Inilah yang dijanjikan kepada semua yang percaya bahwa “di mana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya, di sana Yesus ada di tengah mereka” (lih. Mat. 18:20; Luk. 24:35).  Janji ini untuk menguatkan kesetiaan iman kita.  Kita harus percaya bahwa karena belas kasih-Nya, Ia berada di tengah kita.  Ia hadir membawa sukacita dan damai.  Ia mengulangi pernyataan janji keselamatan dan hidup yang diucapkan-Nya saat menuju pada kesengsaraan dan kematian-Nya: ”Damai Kutinggalkan bagimu, damai-Ku Kuberikan kepadamu” (lih. Yoh. 14:27).  Ia yang telah dibangkitkan dari mati harus menuntun kita yang telah mendatangkan kemurkaan Allah oleh perbuatan dosa.  Maka jika kita mati pada kehendak sendiri untuk taat seperti Tuhan, Allah akan membangkitkan kita dalam Kristus.  Allah membawa sukacita penebusan kepada kita saat kita rela dengan kebebasan kita, mati pada kodrat manusiawi kita untuk bergembira dalam kebangkitan “kodrat Ilahi.”

Kebangkitan Yesus datang sesudah penyaliban.  Demikian hal ini terjadi pada kita.  Meskipun penyaliban dan kematian-kematian manusia lama sering menjadikan putus asa, namun pada saat yang sama, Kristus bangkit dalam diri kita.  Jadi mengapa kita terus terpusat pada diri sendiri dan tidak melihat Kristus yang mengulurkan tangan-Nya kepada kita supaya bangkit dari kelesuan, bertobat dari perbuatan dosa, dan menyambut kebangkitan-Nya dengan gembira?

Kristus begitu mencintai kita.  Dalam segala ketakutan kita, Ia berkenan menampakkan diri melalui hidup kita sehari-hari dan berkata:”Damai sejahtera bagi kamu.  Lihatlah tangan dan kaki-Ku.  Aku sendirilah ini!” (bdk. Luk. 24:36, 39).

Marilah kita menyambut kehadiran-Nya dalam hidup kita dengan hati yang terbuka dan iman yang nyata!