30 Mei 2024

PEKAN BIASA VIII –  KAMIS


Hukum Tuhan bermacam ragam
Pembacaan dari Uraian Paus Gregorius Agung tentang Kitab Ayub

 

Apakah yang dimaksud dengan “hukum  Tuhan ?”  Tidak lain adalah hukum cinta kasih! Kasih itu memeteraikan dalam akal budi kita peraturan-peraturan untuk hidup baik dan meminta kita untuk melaksanakannya.  Mengenai hukum ini Sang Sabda berkata,  “Inilah perintah-Ku, supaya kamu saling mengasihi.”  Santo Paulus berkata,  “Cinta kasih adalah kegenapan hukum.”  Dan lagi, “Hendaklah kamu saling menanggung beban, dan dengan demikian kamu melaksanakan hukum Kristus.”  Bagaimana hukum Kristus dapat diartikan lebih tepat daripada dengan cinta kasih? Maka, kita sungguh melaksanakan hukum ini, atas dasar cinta, bila  kita menanggung beban saudara-saudara kita.

Nah, hukum yang sama ini dikatakan “bermacam ragam.”  Bagaimana mungkin? Karena cinta kasih,  penuh dengan perhatian, meluas sampai pada semua perbuatan keutamaan.  Memang, mulainya hanya dengan dua perintah, tetapi itu meluas sampai jumlah yang tak terbilang.  Tepat sekali Paulus menghitung bermacam ragamnya hukum yang satu ini dalam kata-kata berikut:  “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; kasih tidak cemburu.  Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.  Kasih tidak melakukan yang tidak sopan, dan tidak mencari keuntungan diri.  Kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.”

Memang kasih itu “sabar!” Dengan tenang ia menanggung semua derita yang menimpa dirinya.  Ia murah hati, karena ia membalas yang jahat dengan kemurahan hati yang limpah.  Cinta itu tidak cemburu, sebab tidak menginginkan apa pun dalam kehidupan sekarang ini; tidak masuk dalam benaknya untuk iri akan keberhasilan duniawi.  Ia tidak  “memegahkan diri dan tidak sombong”; meskipun menginginkan sekali pahala di dalam batinnya, ia tidak peduli akan sanjungan yang dari luar.  Ia tidak “melakukan yang tidak sopan”, sebab ia hanya bergerak dalam bidang cinta akan Allah dan sesama; ia asing terhadap apa yang menyimpang dari hukum kebenaran.

Cinta itu tidak  “mencari keuntungan diri sendiri”; meskipun ia sangat memperhatikan kebutuhannya, ia sama sekali  tidak menginginkan apa yang menjadi milik orang lain.  Sebab semua milik yang diperolehnya dalam hidup ini, tidak dihiraukannya, seakan-akan itu milik orang lain.  Ia sungguh sadar, bahwa yang sungguh menjadi miliknya hanya yang akan dimilikinya selama-lamanya.

“Kasih itu tidak pemarah”, bahkan ketika didorong oleh kesalahan orang lain,  dia tidak pernah tergerak untuk membalas dendam.  Dan ia mengharapkan pahala yang lebih besar dari masa mendatang, justru karena besar penderitaannya.  Kasih “tidak menyimpan kesalahan orang lain“, ia mendasarkan jiwa  pada kasih akan kemurnian; maka ia mencabut semua rasa benci sampai ke akar-akarnya; ia tidak dapat membiarkan sesuatu yang kotor masuk ke dalam pikirannya.

Kasih “tidak bersukacita karena kesalahan orang lain”; ia tidak bersorak senang menghadapi kekalahan orang yang memusuhinya.  Kejatuhan musuh tidak memberinya kesenangan.  Sebaliknya, karena cinta akan semua orang, ia menginginkan keselamatan mereka.  Ia bergembira melihat yang baik pada orang lain, seakan-akan ia sendiri yang berkembang maju.  Demikianlah “hukum Tuhan” ini bermacam ragam.