Mengapa kamu begitu takut?

 

Injil hari ini berbicara tentang taufan yang sangat dahsyat yang mengamuk hingga ombak menyerbu masuk perahu dan membawa Yesus dan para murid ke tengah samudera.  Para murid begitu ketakutan dan marah kepada Yesus yang  justru tidur nyenyak di buritan kapal seakan tidak peduli bila mereka binasa.

Dalam hidup sehari-hari kita juga  sering menghadapi badai yang mengamuk berupa masalah hidup, misalnya hutang yang melilit, kuliah yang gagal, bangkrut, PHK, penyakit, atau bencana; kesulitan hidup yang membuat kita terombang-ambing tidak tentu arah, tidak berdaya, merasa kosong, frustasi dan mengalami kegelapan hidup.  Reaksi kita seperti para murid: marah kepada Tuhan yang seakan tidak peduli, merasa ditinggalkan Tuhan.

Dua reaksi yang sangat kontras tampak di antara Yesus dan para murid dalam menghadapi badai atau kesulitan, yaitu secara ilahi atau manusiawi.  Di saat menghadapi kesulitan dan penderitaan, Yesus tenang karena mengalami kesatuan dengan Bapa, sedang para murid ketakutan karena  tidak percaya.  Teguran Yesus kepada para murid untuk menunjukkan bahwa akar ketakutan adalah kurang percaya  agar para murid dapat belajar dari masalah yang dihadapi.

Perjalanan perahu yang mengarungi samudera juga merupakan lambang Gereja yang sedang mengarungi jaman.  Injil memperlihatkan bahwa keselamatan hanya berasal dari Allah melalui Yesus.  Tetapi untuk mengalami keselamatan Allah, kita sebagai manusia berdosa, lemah dan sombong harus lebih dulu mengalami titik nol, tidak berdaya, kosong, putus asa, gelap…suatu kematian.  Hanya saat mengalami kematian, kegelapan, ketidakberdayaanlah kita bertemu dengan satu-satunya harapan yaitu Yesus.  Itulah iman Kristiani.  Semakin kita menyadari kita lemah, rapuh, miskin, dan tidak berdaya, kita semakin menyadari ketergantungan kepada Allah, satu-satunya keselamatan kita.  Tapi apakah kita mau turun dan masuk ke dalam kematian, kegelapan diri kita dengan berpegang pada harapan dan percaya bahwa Yesus sudah menunggu kita untuk memberi hidup baru?

Kita tidak perlu takut pada ketidakberdayaan, kemiskinan dan kerapuhan kita yang akan membawa kita pada kebenaran diri kita-pengenalan diri yang sejati sebagai ciptaan yang bergantung pada Sang Pencipta.

Marilah kita belajar menerima kelemahan , kerapuhan dan kekecilan kita. Dengan demikian kita dapat belajar bergantung dan percaya sepenuhnya kepada Tuhan.