Kesederhanaan

 

Salah satu nilai yang terus dihidupi dalam karisma Cistersiensis adalah kesederhanaan.  Kesederhanaan ini merupakan tafsiran jelas kesederhanaan Injili yang menjadi dasar teologi Gereja hidup monastik.  Kesederhanaan Injili ini dihayati melalui penitensi yang juga merupakan keadilan.  Penitensi diwujudkan dalam perjuangan melawan kecenderungan hawa nafsu sedangkan keadilan berkaitan dengan norma hukum hidup bersama – yaitu menghayati hidup atas dasar nilai-nilai Injili.

Bagi para Bapa Cisterciensis, hidup bersama sudah merupakan suatu penitensi (lih PSB 72).  Melalui hidup bersama kita berada dalam perjuangan melawan dosa. Keselarasan antara pikiran serta tindakan atau “integrasi pribadi” merupakan buah dari perjuangan ini.  Dasar karisma Cisterciensis, adalah “penafsiran sederhana dari Injil” tujuannya untuk membentuk pribadi sederhana.  Bagaimana?

Pribadi sederhana adalah  pribadi yang mampu untuk memberikan tanggapan positif pada kenyataan, “Ya” dihadapan kenyataan dalam kesadaran iman.  Ini berarti mampu memberi prioritas kepada Kristus, yang juga berarti menempatkan Kristus di atas segalanya dalam kehidupan kita.  Pribadi yang sederhana adalah mereka yang terbuka pada kehadiran Allah yang hadir dalam Sabda – Yesus Kristus yang adalah kepenuhan Sabda.  Dia meminta jawaban ketaatan iman kita.  Sikap “Ya” ini berlawanan dengan sikap Farisi yang mengandalkan kekuatan dan kebijaksanaannya sendiri daripada tunduk pada kebijaksanaan ilahi.  Kristus menyapa melalui sakramen-sakramen terutama Ekaristi, Peraturan Santo Benediktus, kenyataan serta peristiwa- peristiwa harian.  Kita perlu belajar masuk dalam pengertian ini: “bukan saya yang menentukan hidup saya, melainkan Hidup di luar saya yang menentukan saya”.  Kemampuan ini menjadikan kita bebas. Kebebasan dalam kesediaan untuk terbuka kepada kehadiran Allah yang menyapa –kebebasan untuk mau mendahulukan Sabda.  Keterbukaan kita kepada Sabda yang menyapa kita setiap hari memberi ruang bagi Allah untuk berinkarnasi dalam diri kita.

Pertanyaan muncul: ‘Demikian sederhananya Tuhan?  Ya, Tuhan memang sederhana.  Dia hadir bagi kita, setiap saat kita mau membiarkan diri disapa dan dikenal oleh-Nya.  Kita yang kompleks ini memiliki banyak penghalang untuk mau disapa.  Maka perlu membiarkan diri dikejutkan oleh sapaan-Nya.  Sebagaimana Maria terkejut oleh sapaan Malaikat.  Tetapi Maria membiarkan diri dikejutkan dan karya Tuhan terwujud dalam diri-Nya.

Kapankah dalam hidup harian, kita dikejutkan? Disapa oleh-Nya? Kita dikejutkan, lebih, saat-saat kita mengalami perendahan, menerima koreksi serta kemiskinan-kemiskinan kita.  Saat itulah kesempatan kita untuk menerima yang Lain – yang adalah Allah.  Terbuka pada Dia berarti membiarkan Dia terjelma di dalam kita – membiarkan kehadiran-Nya menjadi kehadiran melalui kita – inilah arti Penjelmaan. Penjelmaan bukan terjadi dalam pemikiran atau perasaan atau dalam kesibukan melainkan dalam kehadiran, dalam “kesediaan terbuka kepada Sabda yang menyapa.”

Maka marilah kita mohon rahmat agar sebagaimana Bunda Maria, kita terus dimampukan untuk tumbuh dalam kesederhanaan hati melalui kesediaan kita untuk terbuka  pada kejutan-kejutan dalam kehidupan kita.