Terjadilah Kehendak-Mu

 

Tiap manusia telah diciptakan untuk melaksanakan kehendak Allah.  Ini berakibat ada kebutuhan dan kewajiban interior untuk memenuhi apa yang Allah minta.  Namun Allah menghargai martabat dan kebebasan kita sehingga  Ia tidak memaksa pemenuhan dari kehendak-Nya melainkan menariknya selembut mungkin dari kehendak bebas kita.  Tindakan secara bebas untuk melaksanakan kehendak Allah dalam hidup kita ini yang disebut ketaatan.

Ketaatan bukan prestasi yang kita beri pada Allah untuk memperoleh ganjaran, bukan suatu kesempurnaan moral, bukan sikap pasif yang nurut untuk menghindari masalah, bukan pula untuk menyenangkan supaya mendapat perhatian atau penghargaan, juga lebih dari sekedar “melakukan perintah.”  Melalui ketaatan kita  dimasukkan pada kehendak Allah. Oleh rahmat pembaptisan, kita adalah anak-anak Allah dalam Putra, sehingga melalui ketaatan kita masuk dalam dimensi kesamaan dan kesesuaian dengan Kristus yang belajar taat dari apa  yang diderita-Nya (bdk Ibr 5:8).  Ketaatan merupakan pilihan bebas yang bertanggung jawab yang mau menghadapi “penderitaan” yang diperlukan.   Ada “penderitaan” karena kita perlu melepaskan kehendak kita sendiri.  Yesus pun memilih taat dengan juga melepaskan kehendak-Nya (bdk Mark 14:36).

Pertanyaannya adalah bagaimana Allah membuat kehendak-Nya diketahui sehingga kita dapat menaatinya?  Salah satunya melalui ‘jalan normal’ yaitu melalui sistem perantara.  Artinya. ciptaan lain sebagai perantara itu ikut mengkomunikasikan kehendak Allah pada kita.  Perantara-perantara ini mempunyai  semacam ’hak’ untuk diikuti/ ditaati. Dengan taat pada perantara-perantara itu dapat dimaknai sebagai taat pada kehendak Allah.  Misalnya, semua umat Katolik taat pada Paus,  para imam kepada para uskupnya,  rahib/rubiah pada  abas/abdis, anak-anak pada orang tua, warga negara pada pemerintah.

Sebagai pengikut Kristus, apakah sesungguhnya makna   penghayatan ketaatan dalam  panggilan hidup kita sehari-hari?  Saat dengan iman yang hidup  ketaatan dilakukan, maka suatu  relasi intim terbangun dengan Yesus dan  juga dengan sesama.

Marilah kita belajar seperti Yesus yang menghayati ketaatan sebagai pemenuhan dan misi dalam hidup-Nya untuk berkenan kepada Bapa dengan taat pada kehendak-Nya sebagaimana Ia mengatakan:  “Bukan kehendak-Ku tetapi kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42).