Hari ini kita diajak Tuhan Yesus untuk melihat lebih dalam kehausan kita akan hidup kekal, dengan sabda-Nya: “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi”. Roti ini diidentifikasikan dengan tubuh-Nya sendiri yang kita terima dalam Kurban Misa Kudus.
Ekaristi merupakan sakramen kehadiran Tuhan. Maka melalui Ekaristi kita masing-masing berkontak langsung dengan Yesus Kristus sebab roti dan anggur yang dikonsekrasikan adalah Kristus yang sungguh hadir. Suatu kehadiran terselubung yang menyediakan diri untuk kita santap dan kita minum dalam rupa roti dan anggur. Dengan demikian, ketika kita menyantap dan meminumnya, kita diubah menjadi tubuh-Nya, karena kehadiran-Nya mentransformasi kita.
Roti dan anggur inilah bekal perjalanan kita menuju keselamatan. Sebagaimana umat Israel sesudah pembebasan dari perbudakan di Mesir, mereka harus membuat perjalanan panjang di padang gurun menuju Tanah Terjanji. Dalam perjalanan tersebut Allah tidak henti-hentinya menurunkan manna dari langit untuk makanan mereka sehari-hari. Manna bagi umat Israel adalah Ekaristi dalam hidup kita. Ini berarti Allah juga memelihara kita setiap hari dalam perjalanan hidup kita dengan menganugerahkan makanan surgawi berupa roti dan anggur yang kita santap dalam Ekaristi. Saat Kristus bersabda: “Ambillah dan makan-lah, inilah tubuh-Ku” Ia menyebut diri-Nya sebagai roti kehidupan.
Kristus hidup dalam Gereja yang adalah Tubuh-Nya. Maka tumbuh dalam kesatuan dengan Kristus berarti berpartisipasi dalam kehidupan Gereja. Partisipasi inilah yang dimaksud dengan menghidupi Roh Kristus. Ini berarti: berpikir, mencintai dan bertindak sebagaimana Kristus. Roh yang memenangkan hati kita ini, memberi kesaksian kepada jiwa kita bahwa kita adalah anak-anak Allah dan hidup kita senantiasa dibimbing oleh Roh-Nya.
Ekaristi merupakan pusat hidup kita, pada saat inilah komunitas bersatu dengan Kristus dalam misteri Penebusan-Nya. Saat kita mengalami kesatuan penuh dengan Kristus Sang Kepala melalui dan dalam Tubuh-Nya, saat sabda-Nya mempunyai daya untuk menyelamatkan kita. Kita sungguh memerlukan keheningan untuk mendengarkan Sabda ini.
Marilah kita semakin mencintai Ekaristi dan dengan penuh syukur mengambil bagian di dalamnya, agar makanan surgawi yang kita santap semakin menyatukan kita dengan diri-Nya. Sebagaimana Yesus dengan tangan terentang di kayu salib mempersembahkan diri kepada Bapa, kita pun dengan penuh syukur mengambil bagian dalam persembahan Kristus, supaya semua putra-putri Allah yang tercerai-berai bisa dikumpulkan dalam persekutuan Tubuh Kristus.