PEKAN BIASA XIX – SENIN
Aku akan menyembuhkan luka-luka mereka
Pembacaan dari uraian Theodoret dari Cyrus tentang Penjelmaan Tuhan
Yesus dengan sukarela bergegas menghadapi derita, yang menurut Kitab Suci harus ditanggung-Nya. Berulang kali Ia mengingatkan para murid, bahwa suatu ketika Ia harus menderita. Dan ketika Petrus menolak hal itu, Ia dengan keras menegurnya. Akhirnya Yesus menjelaskan kepada mereka bahwa keselamatan dunia tergantung dari penderitaan itu. Inilah sebabnya, maka Ia menyerahkan diri kepada orang-orang yang datang untuk menangkap-Nya, dengan berkata, “Akulah Dia, yang kamu cari.” Ketika Ia dituduh, Ia tidak menjawab. Ketika Ia dapat bersembunyi, Ia tidak mau berbuat begitu, meskipun sebelumnya, lebih dari satu kali Ia dapat menghindari jebakan, yang dipasang orang untuk Dia.
Lalu Ia menangisi Yerusalem saat melihatnya akan segera menuju kebinasaan karena kurang imannya. dan Ia memperingatkan, bahwa bait Allah yang masyhur di masa lampau akan mengalami kehancuran total. Dengan sabar pula Ia menerima tamparan di muka-Nya dari manusia yang telah menjadi budak dalam tubuh dan jiwanya. Ia dipukul, diludahi, dihina, disiksa, didera. Dan akhirnya, waktu dipaku pada salib, Ia menerima sebagai kawan-kawan terhukum dua penyamun, di sisi kanan dan di sisi kiri-Nya. Ia dihitung di antara para pembunuh dan penjahat, mengecap empedu dan cuka dari anggur jelek. Ia dimahkotai dengan duri ganti daun palma dan untaian buah anggur, diberi pakaian ungu dan diolok-olok, dipukul dengan buluh, ditusuk dengan tombak pada lambung-Nya dan akhirnya dimakamkan.
Ini semua rela diderita-Nya demi keselamatan kita. Karena mereka, yang telah menjadi budak dosa, seharusnya merekalah yang menjalani hukuman dosa; sedangkan Dia, yang bebas dari segala dosa, dan hidup suci secara sempurna, mau menanggung hukuman orang-orang berdosa. Dengan salib Ia menghapus kutuk, yang telah dijatuhkan di masa lampau. “Kristus”, kata Santo Paulus “menebus kita dari kutukan hukum, dengan menjadi kutuk bagi kita”, sebab ada tertulis, “Terkutuklah setiap orang yang tergantung di kayu.” Setelah Adam berdosa, ia mendengar kata-kata ini, “Terkutuklah bumi karena engkau; semak duri dan rumput duri akan ditumbuhkan bagimu.” Tetapi mahkota duri mengakhiri hukuman Adam.
Dengan mengecap empedu Ia menerima segala kepahitan dan kesulitan hidup yang rapuh dari manusia fana. Dengan mengecap cuka Ia menerima kebobrokan manusia dan memberinya rahmat untuk kembali kepada hidup yang lebih baik. Warna ungu menggambarkan kuasa-Nya sebagai raja; buluh melambangkan kuasa setan yang lemah dan mudah patah; pukulan mewartakan kebebasan kita. Dalam segala ini Ia menanggung olok-olokan, hukuman dan pukulan yang seharusnya kita terima.
Lambung-Nya dibuka, seperti pada Adam, bukan untuk menampilkan seorang perempuan, yang karena sesatnya mendatangkan maut di dunia, tetapi untuk menampilkan sumber kehidupan, yang memberi hidup kepada dunia dengan dua alirannya. Aliran yang satu memberi kita hidup baru dalam pembaptisan dan mengenakan busana keabadian pada kita; aliran yang lain memberi makan kepada mereka, yang telah dilahirkan kembali pada meja perjamuan ilahi, bagaikan anak kecil yang diberi susu sebagai minuman.