Iman Maria

Hari ini Gereja merayakan satu dari antara pesta yang paling penting dalam tahun liturgi yang didedikasikan kepada Maria Tersuci.  Pada akhir hidup duniawinya, sama seperti putranya setelah mengatasi kematian, Maria diangkat, tubuh dan jiwanya ke surga, yaitu ke dalam kemuliaan hidup abadi sebagai ratu.  Dia duduk dalam kemegahan di sisi kanan putranya, Raja abadi, dalam kepenuhan dan komunio sempurna dengan Allah.

Dalam bacaan kedua hari ini, Rasul Paulus membantu kita untuk memberi sedikit lebih banyak cahaya tentang misteri ini yang mulai dari pusat kejadian dari sejarah manusia dan iman kita; yaitu peristiwa kebangkitan Kristus yang adalah “buah sulung orang-orang yang telah mati.”

Dibenamkan dalam misteri Paskah-Nya, kita dimampukan untuk berbagi dalam kemenangan-Nya atas dosa dan kematian.  Di sini terletak rahasia yang mengejutkan dan realita kunci dari seluruh kisah manusia.  Rasul Paulus memberi tahu kita bahwa kita adalah Adam “yang disatukan”, manusia pertama dan manusia lama, yaitu bahwa kita semua memiliki warisan manusia yang sama dengan Adam termasuk penderitaan, kematian, dan dosa.  Tetapi setiap hari menambah sesuatu yang baru pada kenyataan ini yang kita semua dapat lihat dan hidupi: kita bukan hanya bagian dari warisan dari satu manusia ini yang mulai dengan Adam, tetapi kita juga “disatukan” dalam manusia baru, dalam Kristus terbangkit, dan dengan demikian hidup kebangkitan sudah hadir dalam diri kita.

Kemudian kita dapat bertanya pada diri kita sendiri: apakah akar kemenangan ini atas kematian yang begitu mengagumkan yang diantisipasi dalam Maria?  Akarnya ada dalam iman perawan dari Nazaret, seperti yang bagian Injil telah kita dengar kesaksiannya: iman yaitu ketaatan pada Sabda Allah dan penyerahan total pada inisiatif dan tindakan Ilahi, sesuai dengan apa yang diberitakan malaikat kepadanya.

Oleh karena itu, iman, yaitu keagungan Maria, seperti yang dinyatakan oleh Elisabet dengan penuh kegembiraan: Maria “diberkati di antara wanita” dan “diberkatilah buah tubuhnya”, karena dia adalah Bunda Allah karena dia percaya dan menghidupi secara khas Sabda Bahagia yang pertama, sabda bahagia iman.  Elisabet mengakuinya dalam kegembiraannya dan dalam anaknya yang melompat di dalam rahimnya: “Dan diberkatilah dia yang percaya bahwa akan terjadi pemenuhan dari apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan.

 

Oleh karena itu, janganlah kita membatasi diri kita sendiri untuk mengagumi Maria dalam martabat kemenangannya, sebagai orang yang sangat jauh dari kita.  Tidak!  Kita dipanggil untuk memandang semua yang ingin dilakukan Tuhan bagi kita dalam kasih-Nya, bagi tujuan akhir kita: hidup melalui iman dalam komunio kasih yang sempurna dengan-Nya dan oleh karena itu hidup dengan sungguh-sungguh.