21 Agustus 2024

Peringatan St. Pius X, Paus


Suara merdu nyanyian Gereja
Pembacaan dari Konstitusi Apostolik Paus Pius X tentang Mazmur dan Ibadat Harian

 

Sejak Gereja Purba, nyanyian Mazmur dalam Kitab Suci, dengan ilham ilahi, selalu mempunyai pengaruh besar untuk memperdalam rasa kebaktian umat beriman, kalau mereka mempersembahkan korban pujian tak henti-hentinya kepada Tuhan; itulah persembahan dari bibir manusia, yang mengakui nama-Nya.  Apalagi, mengikuti adat kebiasaan Perjanjian Lama, Mazmur memainkan peranan besar dalam liturgi suci sendiri dan di dalam Ibadat Harian.

Dari sini tersalurlah apa yang oleh Santo Basilius disebut “suara Gereja”, dan kebaktian dengan menyanyikan mazmur, yang oleh pendahulu kami Urbanus VII digambarkannya sebagai “putri nyanyian suci, yang dinyanyikan tanpa henti dihadapan takhta Allah dan Anak Domba”.  Nyanyian suci itu menurut Santo Atanasius mengajarkan kepada mereka yang mempunyai tugas utama memelihara kebaktian kepada Allah, bagaimana mereka harus memuji Dia, dan dengan kata-kata mana mereka dapat memuji Dia dengan pantas.  Santo Agustinus mengatakan itu dengan indahnya, “Untuk menunjukkan kepada manusia bagaimana memuji Allah dengan secara pantas, Allah memuji diri-Nya sendiri lebih dahulu; dan karena Ia berkenan memuji diri-Nya sendiri, lalu manusia dapat menemukan bagaimana caranya memuji Dia.”

Apalagi, Mazmur mempunyai daya kekuatan mengobarkan jiwa kita untuk giat mengusahakan segala kebaikan.  “Seluruh Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Baru diilhami oleh Allah dan berguna untuk mengajar, seperti dikatakan oleh rasul.  Tetapi Kitab Mazmur itu bagaikan taman yang berisikan buah-buahan dari buku-buku lainnya, menghasilkan buah kidung dan menambahkan buahnya sendiri kepada yang lain”.  Inilah kata-kata Santo Atanasius, dan ia meneruskan, “Bagiku orang yang mendaraskan mazmur dan kidungnya menjadi cermin, dimana manusia dapat melihat dirinya dan gerakan di dalam hati dan budinya dan lalu menyuarakannya.”

Maka di dalam Buku pengakuannya, Santo Agustinus berkata, “Aku menangis merasakan keindahan madah dan kidung-Mu, dan amat terharu karena suara merdu dalam kidung Gereja-Mu.  Suara itu mengalun di dalam telingaku, dan kebenaran mengalir dalam hatiku, hingga meluaplah oleh perasaan baktiku dan air mata meleleh dari mataku, dan aku menjadi bahagia karenanya.”

Siapa tidak akan terharu pada banyak tempat di dalam Mazmur, di mana keagungan Allah Mahamulia dikidungkan begitu tinggi, kesucian-Nya yang tak terperikan, kebaikan-Nya, belaskasihan-Nya, dan kesempurnaan lain yang tanpa batas semuanya.  Siapa tidak akan tergerak pula oleh ucapan syukur karena berkat Tuhan, oleh doa rendah hati penuh percaya minta terkabulnya permohonan, oleh seruan tobat dari jiwa yang penuh dosa?  Siapa tidak membara oleh cinta karena Kristus penebus begitu tepat digambarkan, yang menurut Santo Agustinus suara-Nya kedengaran di segala Mazmur, bernyanyi, bersedih, bergembira dalam harapan, mengeluh dalam penderitaan?

 


* Giuseppe Sarto lahir di Riese, Treviso, Italia, pada 1835, dari keluarga yang saleh dan sederhana.  Setelah ditahbiskan imam, ia membaktikan diri dengan tekad suci untuk pelayanan pastoral.  Ia kemudian menjadi pembimbing rohani di seminari Treviso dan imam kanon katedral.  Leo XIII menunjuknya sebagai Uskup Mantova tahun 1884, lalu mengangkatnya sebagai patriark Venezia dan kardinal pada 1893.  Dalam konklaf tahun 1903, ia terpilih sebagai Paus dan mengambil nama Pius X.  Moto kepausannya “Instaurare Omnia in Cristo” (Memulihkan segalanya dalam Kristus) diterapkannya dengan teguh dan berani.  Dia menjadi Paus yang mendorong perkembangan liturgi, musik liturgi, dan katekismus, serta mengecam dengan tegas dampak buruk modernism.  Pius X wafat pada  20 Agustus 1914, di malam pertama Perang Dunia I, yang sebenarnya sangat ingin ia cegah.