MINGGU BIASA XXVII
Seorang pemimpin rohani harus bijaksana untuk diam, dan berguna kalau bicara
Pembacaan dari Peraturan Penggembalaan karangan St. Gregorius Agung
Seorang pemimpin rohani harus hati-hati dalam menentukan kapan tinggal diam dan kapan akan mengatakan sesuatu yang berguna, kalau memutuskan untuk berbicara. Dengan cara ini ia tidak akan mengucapkan apa yang lebih baik tidak dikatakan, atau tidak mengatakan apa yang sebetulnya harus dikatakan. Sebab, sebagaimana ucapan yang tidak bijaksana dapat membawa orang ke dalam kesesatan, begitu juga tinggal diam secara salah dapat membiarkan orang di dalam kesesatan, meskipun kepada mereka dapat ditunjukkan, di mana kesalahan mereka.
Pemimpin rohani yang kurang luas pandangannya kerap kali ragu-ragu atau segan untuk mengatakan kebenaran secara bebas terbuka, karena takut kurang disukai orang. Seperti dikatakan oleh Kebenaran sendiri, pemimpin semacam itu bukan gembala yang bersemangat untuk melindungi kawanannya, sebab mereka bertindak seperti orang sewaan yang melarikan diri ketakutan, dengan berlindung di lembah keheningan saat serigala muncul.
Inilah orang-orang yang ditegur oleh Tuhan lewat nabi, dengan kata-kata berikut ini ; “Mereka semua anjing bisu, yang tidak tahu menyalak.” Dan sekali lagi Tuhan mengeluh, “Kamu tidak mempertahankan lobang-lobang pada tembokmu dan tidak mendirikan tembok sekeliling rumah Israel, supaya mereka dapat tetap berdiri di dalam peperangan pada hari TUHAN.” “Mempertahankan lobang-lobang pada tembok'” berarti melawan kekuatan dunia ini untuk membela kawanan dengan berbicara bebas. “Tetap berdiri di dalam peperangan pada hari TUHAN” berarti melawan musuh yang jahat demi cinta akan keadilan.
Kalau pemimpin rohani takut mengatakan apa yang benar, apa arti sikap diam itu selain bahwa ia melarikan diri ? Sedangkan jika ia berdiri teguh untuk membela kawanannya, ia membangun benteng bagi keluarga Israel melawan musuh-musuhnya. Dan demikian dikatakan kepada umat berdosa, “Nabi-nabimu melihat bagimu penglihatan yang dusta dan hampa. Mereka tidak menyatakan kesalahanmu, guna memulihkan engkau kembali, tidak mendorongmu untuk bertobat.”
Kadang-kadang Kitab Suci menyebut para nabi itu pengajar, yang menyingkapkan apa yang akan datang, dan untuk menyatakan masa sekarang yang cepat berlalu. Sabda Tuhan mempersalahkan mereka, karena mereka mengeluarkan ramalan-ramalan yang dusta dan menyesatkan. Dengan demikian mereka berdalih untuk menyanjung orang berdosa dengan janji-janji hampa tentang keselamatan, karena mereka takut untuk menegur orang berdosa itu atas kesalahan mereka. Mereka sama sekali tidak berani menunjukkan kejahatan para pendosa, karena memang tidak siap untuk melaksanakan tugas itu.
Cara untuk mengungkap kedosaan ini adalah dengan membuka dan mencelanya, sebab sesuatu teguran menyadarkan dosa, yang kerap tidak dapat dilihat oleh orang itu sendiri. Maka Paulus berkata tentang uskup, bahwa ia harus mampu berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup menyangkal mereka yang menentangnya. Dan Maleakhi juga berkata, “bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan TUHAN semesta alam.”
Dan demikian Tuhan memperingatkan dengan kata-kata Yesaya, “Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka!” Sebab nyatanya, setiap orang yang ditahbiskan menjadi imam menerima tugas sebagai pewarta dan dengan kata-katanya ia mempersiapkan jalan bagi pengadilan dahsyat yang akan datang. Maka kalau imam melalaikan pewartaaannya, peringatan apa yang dapat diberikan oleh dia, pewarta bisu? Maka dari itu, Roh Kudus turun dalam rupa lidah atas para rasul, pemimpin-pemimpin rohani pertama, untuk meneguhkan mereka, dan memenuhi mereka dengan kefasihan berbicara-Nya sendiri.