PEKAN BIASA XXIX – KAMIS
Aku tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa
Pembacaan dari surat St. Agustinus kepada Probanus
Mungkin kamu masih bertanya-tanya, mengapa rasul berkata, “Kita tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa”; sebab tidak mungkin kita percaya, bahwa ia atau mereka yang diajak bicara itu tidak tahu akan Doa Tuhan.
Rasul Paulus menunjukkan, bahwa ia sendiri tidak luput dari kealpaan ini. Ia hampir tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa, ketika ia diberi suatu duri di dalam dagingnya, yaitu suatu utusan iblis untuk menampar dia, agar ia jangan membanggakan diri atas besarnya pewahyuan yang diterimanya. Hal ini mendorong dia untuk mohon kepada Tuhan tiga kali, supaya duri ini diambil dari padanya – bukankah ini menunjukkan bahwa ia tidak tahu, bagaimana seharusnya berdoa? Akhirnya ia mendengar jawaban Tuhan mengapa doanya tidak dikabulkan, kendati dia seorang yang penting: “Cukuplah rahmat-Ku bagimu; sebab justru dalam kelemahan, kuasa-Ku menjadi sempurna.”
Justru dalam kegelisahan ini, yang dapat menguntungkan atau merugikan, kita tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa. Tetapi karena perkaranya sulit, membingungkan, dan mengecewakan bagi kelemahan kita, kita berdoa dengan seluruh kekuatan kehendak manusia, agar hal itu dijauhkan dari kita. Tetapi sekurang-kurangnya kita harus menaruh kepercayaan ini kepada Tuhan Allah, kalau Ia tidak menyingkirkan hal itu: jangan kita mengandaikan, bahwa Ia tidak peduli dengan kita, tetapi malahan kita harus menaruh harapan, dengan sabar penuh rasa bakti, akan kurnia lebih besar daripada kejahatan yang kita derita. Sebab dengan demikian kuasa menjadi sempurna dalam kelemahan.
Hal-hal ini dituliskan, agar orang jangan berpikir tinggi tentang dirinya, kalau doanya dikabulkan. Karena ia meminta sesuatu dengan tidak sabar, maka lebih baiklah baginya bila ia tidak memperolehnya. Sebaliknya, seandainya doanya tidak dikabulkan, ia mungkin menjadi gelisah sekali, putus harapannya akan belas kasih Tuhan terhadap dirinya. Padahal dapat terjadi, bahwa yang dimintanya itu, apabila dikabulkan, justru akan menyebabkan sengsara yang jauh lebih berat. Atau, dapat juga membawa keuntungan tetapi yang mungkin akan merusak dan menghancurkannya. Itulah sebabnya kita tidak tahu, bagaimana seharusnya berdoa.
Maka kalau terjadi sesuatu yang bertentangan dengan doa permohonan kita, kita harus menerima itu dengan sabar, mengucap syukur dalam segala, dan sedikit pun tidak menyangsikan, bahwa lebih tepat kehendak Tuhan terlaksana daripada kehendak kita. Sang Pengantara sendiri meninggalkan contoh ini kepada kita, ketika Ia berkata, “Bapa, bila mungkin, lewatkanlah piala ini daripada-Ku.” Ia langsung mengubah kehendak manusia yang ada padanya karena Ia telah mengenakan kodrat manusia, dan segera menambahkan, “Tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu, ya Bapa.” Maka benar nyata oleh karena ketaatan satu orang, banyak lainnya dibenarkan.