26 Oktober 2024

PEKAN BIASA XXIX – SABTU


Sabda, Kebijaksanaan Allah, telah menjadi daging
Pembacaan dari khotbah St.  Petrus Krisologus

 

Sang Rasul mengingatkan, bahwa ada dua orang yang mendasari permulaan bangsa manusia, yaitu Adam dan Kristus.  Kedua manusia ini sama dalam sifat fisiknya, tetapi tidak setara dalam prestasi; sungguh sama dalam bentuk susunan tubuhnya, tetapi sama sekali berlainan asal-mula keberadaannya.  “Adam, manusia pertama, menjadi makhluk yang hidup; Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan.”

Adam pertama diciptakan oleh Adam yang akhir, dari Dia ia menerima jiwa, untuk memberinya hidup; Adam yang akhir dibentuk oleh tindakannya sendiri; Ia tidak perlu orang lain untuk memberi-Nya hidup, karena Ia sendirilah yang memberi hidup kepada semua.  Adam pertama dibentuk dari debu tanah yang hina, Adam kedua dilahirkan dari rahim berharga  seorang Perawan.  Pada Adam pertama tanah dijadikan daging, pada Adam yang akhir, daging ditinggikan menjadi Allah.

Apa lagi yang dapat dikatakan?  Adam yang akhir memeteraikan gambar-Nya pada Adam pertama ketika Ia menciptakannya.  Oleh karena itu Ia mengambil peranannya, dan menerima nama, dari Adam pertama, agar Ia tidak kehilangan apa yang diciptakannya menurut gambar-Nya.  Jadi ada Adam pertama, dan, ada Adam yang akhir: yang pertama ada permulaannya, yang akhir tidak ada kesudahannya.  Sebab Adam yang terakhir ini sebenarnya adalah yang pertama; sebagaimana  Ia sendiri bersabda, “Akulah yang Awal dan yang Akhir.”   “Akulah yang Awal,” artinya: tanpa permulaan.  “Akulah yang Akhir,” yang tanpa kesudahan.  “Tetapi yang mula-mula datang” kata Rasul, “bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah.”

Memang bumi itu mendahului buahnya, tetapi bumi tidak begitu bernilai seperti buahnya.  Bumi memerlukan keluh kesah dan kerja keras, buahnya memberikan manfaat dan hidup.  Benar, nabi membanggakan buah itu, dengan kata-kata: “Bumi kita memberikan buahnya.”  Buah apakah itu?  Sesuatu, yang dikatakan di lain tempat, “Salah satu buah kandunganmu, akan Kutempatkan di atas takhtamu.

Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari surga.  Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk surgawi sama dengan Dia yang berasal dari surga.  Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang surgawi.

Tetapi, bagaimana mereka yang bukan dari surga tidak tetap tinggal dalam keadaan seperti waktu dilahirkan, melainkan menjadi dilahirkan kembali?  Inilah sebabnya, para saudara, mengapa Roh surgawi membuat rahim perawan menjadi sumber yang subur oleh sinar terang-Nya; agar dapat melahirkan sebagai makhluk-makhluk surgawi, mereka-mereka yang karena asalnya dari debu bumi, menjadi manusia debu dalam keadaan sengsara.  Ia mengembalikan citra Sang Pencipta dengan memberikan keserupaan Pencipta kepada mereka.

Maka, sekarang setelah dilahirkan dan dibentuk kembali dalam keserupaan dengan Pencipta kita, dan sungguh telah diangkat oleh Allah sebagai anak-anak-Nya, marilah kita memenuhi perintah rasul, “Sebagaimana kita mengenakan gambar manusia debu yang dapat binasa, marilah kita juga mengenakan gambar manusia surgawi.”

 Jadi, sekarang, setelah dilahirkan kembali menurut gambar Tuhan kita, marilah kita mengenakan gambar yang utuh dan penuh dari Pencipta kita; tapi bukan dalam kemuliaan —sebab hal ini hanya Dia yang memilikinya— melainkan dalam kesederhanaan, kelemah-lembutan, kesabaran, kerendahan hati, belas kasih, dan keselarasan – yang telah dipilihnya untuk dapat bersatu dengan kita.